Kedai Kebun

Arts – Plants – Kitchen

Terima Kasih Agung “Leak” Kurniawan

Aji-Wartono_Dialita_Dunia-Milik-Kita_Facebook
Foto: Facebook Aji Wartono

Setelah memakan waktu satu tahun, proyek Agung Kurniawan untuk menyanyikan kembali, merekam dan menyebarkan lagu-lagu Dialita akhirnya rampung. Dialita adalah sebuah paduan suara yang beranggotakan para perempuan mantan tahanan politik dan keluarga tahanan politik Tragedi 1965, yang tanpa pengadilan dipenjara, dibuang, maupun diasingkan oleh rezim Orde Baru. Lagu-lagu mereka adalah lagu-lagu terlarang yang lahir dari ruang-ruang tahanan dan pengasingan.

Keinginan untuk mendokumentasikan sejarah yang hilang atau sengaja dihilangkan sekaligus menjadi monumen pengingat, melatar belakangi Agung, perupa dan direktur artistik Kedai Kebun Forum (KKF), menggagas proyek ini. Melibatkan beberapa musisi lain seperti Frau, Sisir Tanah, Cholil Mahmud, Nadya Hatta, Prihatmoko Catur, Kroncongan Agawe Santosa dan Lintang Radittya, yang pro bono menyumbangkan waktu, energi, dan talentanya, album yang diberi judul Dunia Milik Kita ini akhirnya selesai dan diluncurkan pada 1 Oktober 2016 di Kampus Sanata Dharma Yogyakarta.

Dikutip dari laman Facebook nya, Agung Kurniawan, berikut ucapan terima kasih penuh kerendahan hati untuk semua yang telah terlibat di proyek album bersejarah ini.

“Tak terasa tadi malam adalah penghujung dari proyek pembuatan album dan peluncuran CD Dunia Milik Kita dari paduan suara Dialita. Dimulai dari melihat pentas mereka dipembukaan Biennale Jogja, November 2015 kami berpikir sayang kalau semangat dan lagu-lagu yang mereka nyanyikan tidak terdokumentasikan. Mulailah kami mencari cara dan akal untuk merekam dan menyebar luaskan lagu lagu larangan itu. Dalam banyak perbincangan dengan personel kelompok ini sering kali terucap bahwa lagu sesungguhnya bukan hanya bunyi-bunyian indah akan tetapi lebih dari itu. Lagu dan tindakan menyanyi adalah cara mereka juga untuk “mempertahankan hidup” selama di dalam kamp. Lagu-lagu ini adalah monumen tanpa batu bata, rangka besi dan semen. Tentang bagaimana orang-orang yang dikalahkan itu bertahan dan mencoba melawan hidup.

Setiap lagu dan tindak menyanyi adalah monumen-monumen, yang tegak berdiri mencakar langit. Sehingga, ketika suara itu mengalun atau kita menyanyikannya sambil menyetir mobil, menyetrika, atau mandi di kamar mandi, kita sesungguhnya sudah menjadi satu dari sekian banyak batu bata penyusun monumen itu.

Saya ucapkan banyak terima kasih kepada para pendukung acara ini; Leilani Hermiasih penyanyi alay yang malas menyanyi, Nadya Hatta, Erie Setiawan keroncongan, Danto penyanyi malu malu kucing, Cholil, Woto Wibowo atas kepekaan musiknya yang owsem, Adi Adriandi atas keriwilan dan drama-drama di belakang panggung, Venti Wijayanti atas ketelatenannya mengurus dan mencatat jumlah uang yang tak cukup banyak, Yudistira Satria atas humor garing dan tatapan mata kosong tanpa jiwa. Tentu para sponsor yang budiman dan takut; IVAA, Kedai Kebun, para pembeli tiket, CD dan dagangan lainnya, para peminjam mobil yang mau diganggu, dan tentu saja untuk teralis-teralis cantik yang kini dingin menggigil di rumah-rumah mewah itu; maafkan aku.

Satu tahun sudah dan tadi malam selesai dengan cantik. Semoga tuhan, dewi kwang im, dewi bulan, dewa matahari serta roh penunggu beringin Soekarno selalu memberi kita rasa damai tak dan gampang gentar.

Menjadi takut itu baik tapi jangan pernah jadi penakut (kor; 3-7).” |Yumaya Mija|

About Author