JOGJA BERGERAK: Radius 1 KM
MEMOTRET KOTA DARI JARAK DEKAT
Peserta bebas, tanpa batasan umur dan profesi
28 November 2004 – 27 Maret 2005
Inisiator : Yustina W. Neni
Pimpinan Proyek : Yustina W. Neni
Pengelola Proyek : Ratna Mufida
Tempat : Kedai Kebun Forum
- GAGASAN TEMATIK
KOTA
Kota selain dimaknai secara geografis, sebenarnya secara idiologis, sebutan itu juga dibangun oleh mobilitas pemaknaan yang dilakukan oleh manusia yang menghuni wilayah tertentu.
Jogjakarta, secara stereotip sering dimaknai sebagai kota budaya – karena banyak ditemukan peninggalan-peninggalan sejarah kehidupan raja-raja jaman dulu – dan kotapendidikan – karena memang banyak sekali sekolah dari segala macam jenis, tingkatan, dan kualitas. Kecuali itu ada berbagai sebutan lain seperti, kota sepeda, kota gudeg, dan kota seniman. Dalam sejarah usianya yang panjang itu (Jogjakarta telah berusia 248 tahun, terhitung sejak tahun 1755, riwayat Sultan Hamengkubuwono I mbedhol Ambarketawang, mbabat alas Beringan) identitas Yogyakarta bergerak tarik menarik antara mengemban tradisi kehidupan raja-raja dan modern karena mengemban misi kota sebagai kota pendidikan, sekaligus modernitas ini memacu Yogyakarta bergerak lurus sebanding dengan pergerakan kota lainnya. Oleh pemerintah kota saat ini usaha menghubungkan kedua sumbu itu secara ekonomi dipraktikan dengan pelaksanaan konsep pariwisata kultural dengan slogan NATURE LINKS AND CULTURE CORIDOR. Slogan ini terpampang gagah berupa lampu gunungan raksasa di depan gedung Bank Indonesia, Jl. Senopati.
KOTA (wisata) BUDAYA
Perbaikan, pengindahan, dan pembangunan prasarana fisik kota, terus menerus dijalankan oleh pemerintah kota, seperti Jalan-jalan diperlebar, jalan-jalan baru dibangun, taman-taman kota, penerangan jalan diperbanyak, terminal-terminal baru dibangun, sarana kesehatan diperbaiki, dll.
Dari segi kemudahan wisatawan dan segi identitas kota, papan-papan penunjuk arah atau nama-nama lokasi wisata dipancang disudut-sudut strategis, becak model baru dirancang supaya nyaman baik untuk penumpang atau pengendara, nama jalan kecuali ditulis dengan huruf latin juga dengan huruf jawa, sopir andong wajib berpakaian tradisional surjan dan blangkon.
Pihak-pihak swasta juga sibuk membangun, sekolah-sekolah baru berdiri, toko-toko model terbaru berdiri, hotel-hotel bertumbuhan, rumah sakit atau klinik kesehatan swasta juga tumbuh, dll.
KOTA (ber) PENDIDIKAN
Sekolah adalah konsep modern mencetak manusia baru yang penuh pertimbangan nalar dan akal sehat. Secara logis, Yogyakarta yang berjuluk kota pendidikan semakin berjejal dengan sekolah-sekolah baru atau sekolah-sekolah lama membangun bangunan baru yang megah. Kota ini dipenuhi manusia-manusia dari segala penjuru Indonesia yang disiapkan menjadi manusia baru dan modern yang berakal sehat dan penuh nalar. Tapi pada saat yang sama MASANGIN (masuk diantara dua pohon beringin di alun-alun selatan untuk mencari peruntungan) tetap dijajal banyak orang. Mistik-mistik dalam perjudian juga banyak peminatnya, pemujaan tempat-tempat wingit juga tetap lestari. Siaran TV tentang dunia lain atau dunia gaib sering mengambil lokasi di Yogyakarta, dan acara-acara semacam ini tetap tinggi penontonnya.
CERITA KOTA – WARGA – KOMUNITAS – INDIVIDU
Kota Yogyakarta ini semakin hari semakin menarik perhatian, daerah-daerah tertentu, pedagang kaki lima tumbuh menjamur mencari peruntungan. Mereka menyerobot trotoir. Pemerintah melarang usaha di tempat-tempat ini, karena mengotori kota tapi pada saat yang sama mereka ditarik retribusi dengan demikian retribusi adalah salah satu jenis “persetujuan” atas usaha dagang ini. Beberapa usaha lain dilakukan pemerintah dengan membuka pusat jajan, tetapi tak juga menarik pedagang untuk pindah. Beberapa hari lalu, sekitar tanggal 25 Oktober muncul di koran keluhan dari warga sebuah kampong di Gejayan. Dalam rangka menertibkan PKL di daerah itu dibangun bangunan penampungan, tetapi karena menjadi ramai, warga setempat mengeluhkannya.
Kota ini juga menarik hati orang-orang kalah. Orang-orang yang kalah bersaing secara sosial maupun ekonomi akhirnya penjadi pengemis atau pengamen, yang lebih kalah terlantar dan menghiasi jalan-jalan kota sepanjang hari. Yang kuat di jalan bertahan. Mereka yang tinggal memiliki tubuh lalu menjadi pelacur dan yang lebih kalah menjadi penjahat.
Kota ini semakin padat saja. Penghuni kota semakin banyak, kendaraan bermotor berbagai jenis juga semakin banyak. Lalu lintas juga semakin semrawut. Perilaku baik penumpang atau pengendara angkutan kota, tidak berubah. Sarana angkutan kota sudah ada sejak tahun 70-80 an diawali dengan kendaraan minibus yang lazim disebut COLKAMPUS, warnanya abu-abu. Kebut-kebutan rebutan penumpang dari dulu juga sudah ada. Orang-orang berebut tempat dan bergelantungan di colkampus adalah soal biasa yang berlanjut sampai saat ini, sehingga walaupun disediakan halte atau tempat pemberhentian kendaraan umum, calon penumpang tetap berkerumun dan kendaraan umum tetap berhenti di pojok jalan, yang notabene biasanya ada traffic light sekaligus banyak kendaraan pribadi parkir di tempat itu, akibatnya ya…macet. Urusan parkir juga selalu menjadi persoalan. Usaha-usaha pemasangan tanda-tanda P coret atau S coret, juga nyaris tidak berfungsi, orang-orang tetap saja parkir di tempat-tempat itu, sehingga di area-area itu dipasangilah pagar.
Pergerakan kota ini dengan cerita tentang kemajuan ekonomi yang pesat pada saat yang sama juga sangat rapuh. Pada musim hujan Rumah Sakit yang ada tetap saja penuh dengan orang-orang baik tua, muda, atau bayi yang terserang demam berdarah. Cerita-cerita tentang orang miskin yang tak mampu bayar biaya perawatan juga selalu terdengar tapi pada saat yang sama bermunculan laboratorium-laboratorium klinis yang bersih, higienis, dan mewah juga bermunculan bangunan-bangunan baru kelas VIP di rumah sakit-rumah sakit baik swasta maupun pemerintah dengan fasilitias hotel mewah.
Tetapi kota-kota besar “baru” seperti Yogyakarta juga masih menyediakan “kemewahan” gratis. Kita masih bisa duduk-duduk kleleran di trotoir atau di bawah pohon yang tersisa tanpa dipungut bayaran atau tanpa “dipaksa” jajan, seperti di Singapura misalnya.
- TUJUAN KEGIATAN
Sekelumit cerita tentang suasana kota di atas sebenarnya juga terjadi dikota-kota lain. Kegiatan memotret tentang Yogyakarta selalu saja muncul dalam bentuk stereotipnya sebagai kota budaya yang eksotis, ada andong, tugu, kraton, malioboro, dll.
- Kegiatan ini bertujuan menangkap gerak kota Yogyakarta dari sudut yang lebih pendek yaitu hanya RADIUS 1 KM dari titik yang dipilih oleh pelakunya (pemotret/pembuat film) dengan media fotografi dan video/film. Kegiatan ini adalah pengamatan jarak dekat atas pertumbuhan atau kemandegan Yogyakarta dengan segala paradoksnya. Kegiatan ini tidak sedang berusaha memotret dari angkasa tentang Yogyakarta melainkan mendekati Yogyakarta dari sudut yang intim.
- Untuk mengetahui bagaimana perilaku individu memposisikan dirinya sebagai elemen kota.
III. PESERTA
- PAMERAN FOTO
Syarat – syarat:
– Peserta minimal telah tinggal di Yogyakarta selama 2 tahun
– Jumlah foto minimal 10 buah, ukuran bebas maksimal 10 R
– Foto-foto tidak diharuskan dipigura, dimungkinkan display dalam album foto, atau model lainnya.
– Pameran pada minggu pertama berisi semua foto yang disetor oleh para peserta.
PESERTA PAMERAN FOTO
- Oblo Dwi Prasetyo (Pewarta foto)
- Angki Purbandono (Fotografer)
- Denny Wijaya (Mahasiswa)
- Denny Novian (Mahasiswa)
- Tjahyono Prasojo (Dosen Arkeologi, Fakultas Sastra-UGM Yogyakarta)
- Endah S (Dosen, peneliti lepas)
- Rani (pelajar, 9th)
- Suluh Pratitasari (Karyawan perusahaan advertising)
- Nunuk Ambarwati (Staff dokumentasi, sebuah lembaga dokumentasi seni)
- Vinolia (Mami) (Waria, aktivitis kegiatan lintas gender dan anak jalanan)
- Yuni Shara (Waria, aktivis kegiatan lintas gender dan HIV aids)
- Linda Kaun (Seniman batik, asal USA, tinggal dan bekerja di Jogja)
- Sanggar Anak Cakrawala
- Katrin Bandel (Dosen, asal Jerman, tinggal dan bekerja di Jogja)
- Romo Budi Subanar (Dosen dan pastor)
- KARYA VIDEO DOKUMENTER atau FILM PENDEK
Syarat-syarat:
– Peserta minimal telah tinggal di Yogyakarta selama 2 tahun
– Durasi minimal 10 menit, maksimal 15 menit
– Format VCD atau DVD
– Peserta boleh mengirim lebih dari 1 judul
– Video-video ini akan diputar dengan TV pada saat pemeran berlangsung selama 2 bulan tersebut. Keping-keping video akan disusun dalam rak menyerupai outlet persewaan VCD dan penonton akan memilih VCD/DVD melalui bendel synopsis yang telah disediakan.
PESERTA PAMERAN VIDEO
- Wimo Ambala Bayang (Fotografer, bikin video)
- Samuel “Genthong” Bagaskara (Kru panggung)
- FX Woto Wibowo (Wok the Rock) (Disainer grafis, bikin video)
- Dessy Sahara Angelina (Mahasiswa)
- Nunuk Ambarwati
- Zulhan Sasmitha (bikin video)
- Anang Saptono (Mahasiswa, bikin video )
- Gentur-Vietnam & Arsita Pinandito (bikin video)
- Ina Arianti, (Mahasiswa, bikin video)
- Edwin Dolly Ruseno + Choiru pradono (Ndik) (bikin video)
- Ibnu Gepeng (Pelajar, bikin video)
- Aditya (Cross gender)
- Jimmy Mahardika (Musikus dan bikin video)
- Sanggar Anak Cakrawala
- Budi ‘Tobon’ Arifianto (Mahasiswa, bikin video)
- M. Taufan (responden video) (Mahasiswa)
- Rahmat Taufik (responden Foto) (Mahasiswa)
- Shuniya Ruhama Habuballah (responden Foto), (Waria, aktivitas kegiatas lintas gender)
- WORKSHOP EDITORIAL FOTO
– Selama pameran berlangsung, dilakukan workshop edit foto atas foto-foto yang dipamerkan
– Susunan foto yang didisplay akan berubah setiap 2 minggu berdasarkan hasil workshop
– Workshop dilakukan dua minggu sekali dengan tema tertentu dan melibatkan peserta dari masyarakat umum.
– Dan demikian seterusnya pada 2 minggu berikutnya (detail lebih lanjut mohon dilihat dalam jadwal pameran)
– Satu karya foto dimungkinkan tidak terdisplay dalam 2 minggu tertentu, atas pertimbangan kelompok editor (peserta workshop)
- JADWAL PAMERAN & WORKSHOP
Kegiatan | Tanggal | Keterangan |
Pertemuan awal seluruh peserta pameran | 28 November 2004 | Workshop orientasi medan |
Deadline pengumpulan karya | 28 Januari 2005 | |
Pembukaan Pameran Foto & Video: JOGJA BERGERAK: Radius 1 KM | 5 – 19 Februari 2005 | Seluruh karya terdisplay |
Workshop Edit Foto & Penulisan I | 20 Februari 2005 | Peserta anak-anak usia <13 tahun |
Pameran Foto & Video: JOGJA BERGERAK: Radius 1 KM | 21 – 5 Maret 2005 | Foto-foto yang didisplay adalah hasil editing dari Workshop I |
Workshop Edit Foto & Penulisan II | 6 Maret 2005 | Manula >60 tahun |
Pameran Foto & Video: JOGJA BERGERAK: Radius 1 KM | 7 – 19 Maret 2005 | Foto-foto yang didisplay adalah hasil editing dari Workshop II |
Catatan:
- Workshop Editing hanya dilakukan pada karya Foto
- Seluruh karya video akan terus didisplay sepanjang pameran selama bulan Februari – Maret 2005
23 : 09 : 04
Sutradara : Anang Saptoto
Produser : Anang Saptoto
Editing : Anang Saptoto
Kamera : Anang Saptoto
Music Director : DJ Opiq
Produksi : Seri Sehat Video, 2004
Durasi : 10’ 04”
Titik 0 : Jl. S Parman no. 1 Yogyakarta
Penyikapan terhadap sebuah momentum hari ulang tahun yang timbul karena suatu kebiasaan yang dilakukan terus menerus pada siapa saja yang mengalaminya, seringkali menimbulkan hal-hal yang lucu dan unik pada prakteknya.
Seiring perkembangan teknologi hp, internet, dan media komunikasi lainnya dapat menjadi alat untuk mengkomunikasikan sebuah ucapan, namun dalam penyikapannya sangat dipengaruhi oleh latar belakang setiap individu yang mendasari prilaku pada prakteknya.
Video ini mencoba mempresentasikan sedikit tentang prilaku-prilaku dan penyikapan di suatu hari ulang tahun, ucapan demi ucapan, sikap yang ditunjukkan, dan aktivitas yang dipraktekkan menjadi suatu moment penting yang membuat hari ulang tahun menjadi sangat berharga.
forget it . forget it not
Sutradara : Wimo Ambala Bayang
Produser : Wimo Ambala Bayang
Editing : Wimo Ambala Bayang
Kamera : Wimo Ambala Bayang
Durasi : 9’ 13”
Titik 0 : TB Gramedia Jl. Sudirman
Sebuah relief bergambar dua mantan presiden RI yang sepertinya dibuang oleh pemiliknya. Berada di trotoar (kurang lebih 1 km diantara TB Gramedia dan Bunderan UGM). Apakah orang-orang akan melupakannya atau tidak?
1 Km Mengenang Sejarah
Produser : Budi
Editing : Tobon
Kamera : Arifianto
Music Director : Alm. WR. Supratman
Narator : Alm. Ir. Soekarno
Produksi : demiTuhancintatanahairFilm, 2005
Durasi : 05’ 05”
Titik 0 : Depan Benteng Vredeburg
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya, demikian kata Alm. Ir. Soekarno. Kini momen betapa heroiknya pahlawan kita terungkap dalam berbagai media dan dengan berbagai cara.
Salah satu yang paling mentereng di Jogja adalah dengan berdiri kokohnya benteng Vredeburg yang berisi diorama tentang proses para local hero kita dalam meraihfreedom of eternity.
Sebagai visualisator kami tidak ingin dipandang sok cinta tanah air. Visual yang ada adalah suatu hal yang sangat gamblang untuk diterima oleh anak kecil sekalipun, kami berusaha untuk tidak menampilkan ke-absurd-an yang harus diterjemahkan oleh audience.
MERDEKAAAAA!!!!!
B1
Sutradara : Dolly + Ndik
Produser : Dolly + Ndik
Editing : Dolly + Ndik
Kamera : Dolly + Ndik
Foto : Angki PU Stock Foto
Durasi : 8’ 19”
Titik 0 : Brongtokusuman
B1 adalah salah satu istilah untuk mnyebut masakan dari daging anjing. Jogja sendiri punya banyak istilah yang sama seperti: tongseng jamu, sengsu dan kicik. Banyak tersedia warung ataupun rumah makan yang menyediakan menu ini. Tapi bagi sebagian orang yang mengkonsumsi makanan ini, belum tahu bagaimana proses perlakuan anjing sampai menjadi masakan. Dan film dokumenter ini menjadi ilustrasi dari cerita seorang teman tentang pengalaman dan kegemarannya menyantap daging anjing.
COMFORTABLY DUMB
Sutradara : Wok The Rock
Produser : Wok The Rock
Editing : Wok The Rock
Kamera : Wok The Rock
Durasi : 6’ 15’’
Titik 0 : Iromejan
Apakah Anda merasa nyaman dengan sesuatu hal yang telah dirancang untuk memberikan kenyamanan bersama? Beberapa kesepakatan dalam kehidupan bermasyarakat secara verbal dibuat dengan tujuan menciptakan tatanan kehidupan yang selaras demi keuntungan bersama. Ketika pencapaian kebutuhan tersebut dianggap kurang memuaskan di salah satu pihak, muncul kesepakatan baru yang sifatnya sepihak dan tak jarang menimbulkan sikap emosional.
1/2 PAKAI
Sutradara : Ina Arianti
Produser : Ina Arianti
Editing : Ina Arianti
Kamera : Ina Arianti
Durasi : 2’ 43”
Titik 0 : Toko pakaian bekas di Jl. Parangtritis KM 3
Perkembangan fashion terus terjadi,tidak terkecuali di Jogja,keberadaan bisnis pakaian import juga tidak bisa terlepas dari itu. Kian hari semakin banyak orang membicarakannya,mencarinya, walaupun pada awalnya, bahkan mungkin sampai sekarang terkadang masih timbul pikiran negatif tentang bisnis tersebut. Namun tidak bisa dipungkiri bisnis pakaian import atau ‘abul-abul’ mempunyai peranan yang mungkin penting dalam perkembangan fashion di Jogja beberapa tahun terakhir.
R-O-A-D-1
Sutradara : Vietnam Video Project Development. Co (Guntur Surya Sukeni/
Arsita Pinandito Djumadi)
Produser : Vietnam Video Project Development. Co
Editing : Vietnam Video Project Development. Co
Kamera : Vietnam Video Project Development. Co
Soundtrack : Answer in stereo
Produksi : Vietnam Video Project Development. Co, 2005
Durasi : 6’ 51”
Titik 0 : Pos Jaga depan pasar Ngasem
R-O-A-D-1 …video.dokumenter ?!? po video.art?!? …mbuh-lah!!! Pasti-nya untuk kesekian kali-nya adalah ketertarikan [VIETNAM] akan katakata dan katakata, terlebih yang sudah tersedia di sekitar.
Trus ngopo? …yah, paling ra me-lahirkembang-kan kesadaran akan : betapa kecil, masihlah hijau, menunduk ke dasar, ck ck ck, ber-juta salut… -nya [VIETNAM] atas semua yang lebih dulu.
Adalah rentang perjalanan reverse, dengan titik-nol pos jaga di depan pasar Ngasem …tentang tanpa beban sebab semua sudah ada, tinggal melangkah berjalan …mari menikmati ! mari men-copipaste ! mari mencuri ! mari menari ! …hingga mati?!?
R-O-A-D-2
Sutradara : Vietnam Video Project Development. Co (Guntur Surya Sukeni/
Arsita Pinandito Djumadi)
Produser : Vietnam Video Project Development. Co
Editing : Vietnam Video Project Development. Co
Kamera : Vietnam Video Project Development. Co
Soundtrack : Answer in stereo
Produksi : Vietnam Video Project Development. Co, 2005
Durasi : 2’ 03”
Titik 0 : Sasono Hinggil
R-O-A-D-2 …eh, apalagi ini? video.dokumenter ?!? po video.art?!? po video.playpauseplaypause?!? po motion.grapik?!? …sekali lagi : mbuh-lah!!! …dan sekali lagi, untuk kesekian kali-nya lagi adalah ketertarikan [VIETNAM] akan katakata dankatakata, terlebih yang sudah tersedia di sekitar.
Trus ngopo? …yah, paling ra me-lahirkembang-kan kesadaran akan : betapa kecil, masihlah hijau, menunduk ke dasar, ck ck ck, ber-juta salut… Adalah still-record atas semua nama jalanjalan di radius 1kilometer dengan titik nol Sasono Hinggil …ehm, terus kenapa selalu terpasang di kedua ujung jalan-nya? …kok, berkesan buangbuang aja, ya …memang jalan itu sendiri apa? …mana masuk mana keluar?
JAVANESE SENSUALITY
Sutradara : Nunuk Ambarwati
Produser : Nunuk Ambarwati
Editing : Nunuk Ambarwati
Kamera : Nunuk Ambarwati
Durasi : 7’ 30”
Titik 0 : Diri sendiri
Titik nol karya video ini merupakan diri saya sendiri, sehingga ketika saya berada di suatu tempat maka disitu merupakan titik nolnya. Video ini merupakan hasil riset sederhana terhadap 20 orang responden yang saya temui dengan mengajukan satu pertanyaan yang sama yaitu “apa yang kamu bayangkan tentang sensualitas jawa?” Hal yang memudahkan saya untuk memvisualkan apa yang mereka bayangkan atau pikirkan tentang sensualitas jawa ketika merujuk pada kata benda. Tetapi banyak pula responden saya menyebut kata sifat seperti klemak-klemek, unggah-ungguh, bahkan stillness.
Video ini jelas tidak cukup meepresentasikan makna sensualitas jawa itu sendiri. Untuk itu video ini sekaligus menanyakan kembali kepada responden saya selanjutnya yaitu audiens yang menikmati video ini tentang “apa yang kamu bayangkan tentang sensualitas jawa?”
MASTURBASInya mereka
Sutradara : Ibnu Gepeng & Togar
Produser : Ibnu Gepeng & Togar
Editing : Ibnu Gepeng & Togar
Kamera : Ibnu Gepeng & Togar
Durasi : 7’ 11”
Titik 0 : Galeria Mall
Wawancara dengan muda, mudi tentang masturbasi. Dan kata dokter
MIDNIGHT
Sutradara : Zulhan Sasmitha Kurniawan
Produser : Zulhan Sasmitha Kurniawan
Editing : Zulhan Sasmitha Kurniawan
Kamera : –
Durasi : 2’ 48”
Titik 0 : Perempatan Gayam
“…sebagai kota yang banyak pendatang yang selalu berganti, sebenarnya masyarakat haus dengan hiburan…”
“…satu kesempatan bagus untuk mengembalikan gairah nonton di bioskop lagi …”
“…antusias sekali orang untuk nonton di bioskop lagi ketika di Jogja tidak ada bioskop yang representatif…”
“…bioskop dihidupkan kembali …”
“…memaksa investor untuk membuat bioskop…”
“…lokasi harus digabung dengan mall, hotel …”
“…apakah bioskop masih bisa bertahan …”
“…mbok besok muter filmnya jangan di permata, aku ngeri je…”
THE JAGAL MAGIC
Sutradara : Dessy Zahara Angelina
Editing : Dessy Zahara Angelina
Produksi : Celaka 21 Film, 2005
Durasi : 12’ 9”
Titik 0 : Masjid Jogokaryan
Suatu hari di jogja, sebuah festival pembantaian masal berbalik 180 derajat ketika pembunuh – pembunuh keji mengembalikan nyawa yang telah mereka renggut dari makhluk- makhluk baik yang tak berdaya. Sebuah kisah menyentuh akan teknik sihir tingkat tinggi yang mengubah kekejaman menjadi kebaikan. Untuk: kambing-kambing dan sapi-sapi tersayang. I hope someday you wouldn’t have to go through such terrible life and death.
THEHOUSEWITHNODOOR
Naskah/Sutradara : Jimmy Mahardika
Produser : Jimmy Mahardika
Editing : Richardus Ardita
Kamera : Bramantyoko
Musik : Trace
Durasi : 9’ 2”
Titik 0 : Perumahan Pilahan Permai Kotagede
Perumahan yang sepi ….
hanya rumah – rumah beton yang bicara
Jauh dari kehangatan selain
hangatnya terik matahari
dan benda artifisial
Tidak ada hal tradisional lokal
tapi ini di Jogjakarta
Ketuklah pintu rumah itu
siapa tahu tidak akan
pernah terbuka
atau kita tak pernah tahu
apa isi rumah itu
Atau kita pernah masuk
dan enggan membuat PINTU !
SEMRAWUT
Sutradara : Ratu (9 thn)
(Sanggar Anak Cakrawala)
Produser : –
Kamera : Ratu
Editing : Ratu
Durasi : 7′ 58″
Titik 0 : Gedong Kiwo
Saya menyunting semrawut ini karena menurut saya gampang. Mengapa gampang? Karena JOGJA sangat…sangat… semrawut. Memang semrawut itu apa sih? Semrawut itu adalah keramaian. Jika saya tinggal di JAKARTA saya akan mengambil gambar dimana saja. Yap…karena JAKARTA sangat semrawut. Semrawutnya JAKARTA 5 kali lipatnya semrawutnya JOGJA. Saya dan Mbak Nadia (guru saya) mengambil gambar di…? Mungkin anda nanti akan melihatnya sendiri he…he…he…
M…M…M… Udah aja ya…
BYE…BYE…
JOGJA ADAT MAWOET
Sutradara : Desmon Wahyu Sekar Batu
(Sanggar Anak Cakrawala)
Produser : –
Kamera : Desmon Wahyu Sekar Batu
Editing : Desmon Wahyu Sekar Batu
Durasi : 10′ 08″
Titik Nol : Gedong Kiwo
Kenapa aku ngambil tema ini karena kadang aku sendiri sering merasakan macet, juga asap yang sangat mengganggu, orang yang kena macet, di beberapa shoot terlihat ada coret – coretan tembok yang juga masih banyak di Jogja. Walaupun di Jogja sudah ada penanggulangan dari polisi tetap saja masih banyak coretan. Inti dari film ini adalah bahwa sudah banyak sekali kerusakan yang sudah menjadi, seperti adat kita sendiri. Bahkan ada beberapa hal yg mawoet di tempat adat. Harapanku untuk kesadaran dari orang itu sendiri bahwa kemawoetan di Jogja itu sudah menjadi adat yang tidak dibutuhkan.
PING PONG
Produser : Wakid Aw
Editing : Gentong
Kamera : Gentong
Music Director : –
Narator : –
Produksi : Pideophilia
Durasi : 09’00
Titik 0 : Kantor Yayasan Cemeti
Berolah raga di sore hari bisa menyehatkan tubuh dan menyenangkan… :>