SINOPSIS
SOLINO
Sutradara: Fatih Akin, 2002, 124 Menit, Jerman dengan subtitle Indonesia
Itu cerita bagaimana pizza dan pasta bisa sampai di daerah Ruhr di Jerman: 1964, dibawa oleh keluarga Amato dari Apulia, Italia. Gelombang migrasi pertama yang masuk ke “Negeri Keajaiban Ekonomi“ Jerman Barat membawa keluarga Amato ke Duisburg. Menggunakan gambar-gambar yang sarat pesona nostalgia Fatih Akin menguraikan epos sebuah keluarga yang berlangsung dalam periode dua puluh tahun, sebuah cerita tentang kerinduan pada kampung halaman dan proses menjadi manusia dewasa, tentang keberhasilan di pekerjaan dan kegagalan di kehidupan pribadi. Namun, inti cerita adalah drama dalam konflik antarsaudara yang sangat khas Fatih Akin.
“Solino“ dibuka dengan penggambaran tentang keluarga Amato pada 1964 di kampung halaman mereka, sebuah desa indah di daerah Apulia bernama Solino. Dengan gaya gambar-gambar kartu pos nostalgia yang melayang-layang ringan dan dalam nuansa kenangan masa kanak-kanak Akin menyajikan sebuah komedi Italia, adegan demi adegan yang dapat diikuti dengan mudah: kenakalan bocah-bocah keluarga Amato, Gigi (8 tahun) dan Giancarlo (10 tahun); sedikit cinta monyet; seekor burung gereja terbang di dalam kamar Opa yang sedang sekarat, yang gerak-gerik matanya tampak lebih cocok disebut lucu daripada tragis. Papa Romano (Gigi Savoia) dan Mama Rosa (Antonella Attili) sepakat untuk melaksanakan sebuah niat yang telah lama tertunda dan naik kereta menuju Jerman, negara dengan keajaiban ekonomi dan iming-iming lowongan kerja sebagai pegawai tetap.
Duisburg sekitar tahun 1964 awalnya menjadi kejutan untuk keluarga Amato. Pemandangan daerah industri yang serba kelabu mencekam, rumah yang dingin dan sempit dengan toilet di bawah tangga. Sang ayah segera menyadari bahwa pekerjaan di pertambangan sama sekali tidak cocok untuknya, sang ibu mulai dijangkiti kerinduan teramat sangat akan kampung halaman mereka ketika dia mendapati bawang-bawang yang terlalu kecil, pedagang di pasar tidak menjual terong juga basilikum, sementara dia sendiri tidak mengerti masakan apa yang bisa dibuat dari bongkol-bongkol “Schwarzwurzel“. Hanya kedua anak merekalah yang dengan penuh semangat menikmati suasana tempat tinggal baru mereka di Ruhrpott. Setelah salju pertamanya hasrat ingin tahu Gigi tetap menyala-nyala. Dia tidak membutuhkan waktu lama untuk dapat berkenalan dengan seorang pemilik usaha fotografi dan berteman dengan gadis pirang tetangga mereka, Johanna.
Papa Romano dan Mama Rosa mencoba sebuah ide untuk menyelamatkan keluarga: mereka menyewa sebuah restoran kecil setempat yang telah dibiarkan kosong begitu saja lalu membuka “Ristorante Solino“ sebagai bisnis keluarga. Sepotong kampung halaman di negeri yang baru dengan Pizza und Pasta sebagai pembawa keberuntungan.
Tetangga-tetangga Jerman pun menyambut dengan sangat gembira – setidaknya mereka semua berkumpul di “Ristorante Solino“ untuk menonton siaran langsung olahraga di layar sebuah televisi hitam putih. Intinya, penduduk sekitar rumah keluarga Amato bereaksi positif dan sangat ramah, sama sekali tidak ada tanda-tanda sikap permusuhan dari penduduk lokal kepada pendatang.
Latar belakang waktu melompat ke 1974. “Ristorante Solino“ berkembang pesat namun keutuhan keluarga berada dalam bahaya. Papa menjadi gigolo, menjauh dari keluarganya sendiri. Mama jatuh sakit (Leukimia) dan akhirnya kembali ke Solino diantar oleh Gigi. Anak-anak tidak mau lagi menjadi pelayan-pelayan di restoran tanpa gaji tetap dan mulai mencari jalan masing-masing. Giancarlo (Moritz Bleibtreu), pecinta mobil-mobil indah, bekerja sebagai mekanik, sementara Gigi (Barnaby Metschurat) membangun mimpi menjadi seorang sutradara film. Keluarga Amato harus menebus keberhasilan di negeri yang baru dengan sangat mahal: perpisahan orangtua, konflik antargenerasi dan perseteruan kakak dan adik yang semakin meruncing.
Sekali lagi loncatan sepuluh tahun latar belakang waktu. 1984 di Solino: Gigi merawat ibunya yang sakit, telah menikah dengan kekasih masa kecilnya, memiliki dua orang anak dan merestorasi bioskop terbuka di desanya. Dengan merayakan pesta pernikahannya yang sebelumnya sempat tertunda dan pertunjukan yang memutar filmnya Gigi merayakan hidupnya yang kembali lengkap dan bahagia. Setelah babak pahit kenyataan hidup pada 1974 film kembali menampilkan karakter yang nostalgis dan jenaka. Rasanya bagai menyaksikan mimpi yang membawa hasrat-hasrat terpendam, yang akhirnya ditutup dengan pelukan penuh kasih sayang antara seorang kakak dan adiknya.
Fatih Akin lahir di Hamburg pada 1973 sebagai anak sepasang suami istri imigran dari Turki. Termasuk dalam generasi pertama anak-anak keluarga imigran, Akin membawa perspektif generasinya ke dunia sinema Jerman dengan film-filmnya yang sukses. Dalam karyanya dia bermain dengan dua gaya sekaligus, gaya film-film gangster dan film-fim cinta. Begitulah cara Akin menemukan rumusan khasnya, perpaduan film yang idealis dan film populer.