German Film Club
Rabu, 6 September 2017, 19.00 WIB
Ruang Aula, Kedai Kebun Forum
Jl. Tirtodipuran 3, Yogyakarta
Terbuka untuk umum & gratis
-diikuti forum Q & A “Apa keperluannya supaya bisa integrasi di negara asing?; “Apa kebutuhannya jika mau kuliah/kerja di Jerman?”-
mempersembahkan
Neuland (Tanah Air Baru)
Sutradara: Anna Thommen, 2013, dokumenter, 93 menit, bahasa Jerman dengan subtitles Inggris
SINOPSIS
Sejumlah migran muda menjalani masa sekolah selama dua tahun di kelas integrasi di Basel dalam perjalanan yang tidak menentu menuju masa depan yang diharapkan lebih baik – di sebuah negeri yang tidak mereka kenal, dengan bahasa dan budaya yang asing.
Mereka telah menempuh perjalanan jauh – naik pesawat terbang, kereta api, bus, atau pun kapal. Kini mereka duduk di kelas integrasi di bawah bimbingan guru bernama Christian Zingg di Basel, tempat anak muda dari seluruh dunia diberi waktu dua tahun untuk mempelajari bahasa dan budaya negeri yang mungkin akan menjadi tanah air baru bagi mereka. Di antara mereka terdapat Ehsanullah dari Afghanistan. Pemuda berusia 19 tahun telah menyeberang laut dengan perahu karet dan melintasi pegunungan dengan berjalan kaki. Ada juga kakak-adik Nazlije dan Ismail dari Albania, yang meninggalkan kampung halaman mereka karena alasan keluarga dan sekarang tinggal bersama ayah mereka dan istrinya yang baru.
Sama seperti ketiga anak muda itu, semua siswa di kelas Christian Zingg ingin meninggalkan masa lalu dan mewujudkan impian masing-masing di Swiss. Namun sang guru tidak menutup-nutupi sulitnya mencari pekerjaan di negeri asing. Di pihak lain, Pak Zingg terus membangkitkan rasa percaya diri para muridnya yang memberi mereka harapan akan masa depan yang lebih baik.
Tetapi semakin dekat ke akhir masa pendidikan dua tahun itu, semakin mendesak pertanyaan apakah memang ada tempat bagi mereka di tanah air baru mereka.
Penjelasan sutradara:
Saya berkenalan dengan Pak Zingg ketika saya tiga tahun lalu menangani proyek film pendidikan media dengan kelasnya waktu itu. Saya terkesan betapa besar kepercayaan anak-anak muda kepada guru mereka. Ketika Pak Zingg kemudian menceritakan perjalanan hidup para muridnya, saya langsung tahu bahwa saya akan membuat film tentang mereka. Bersama-sama kami putuskan untuk mengiringi dirinya beserta kelas berikutnya dari awal sampai akhir masa sekolah selama dua tahun.
Sebelum pengambilan gambar dimulai, saya penasaran melihat anak-anak muda yang berkumpul di pekarangan sekolah dan bertanya-tanya seperti apa gerangan kisah yang mereka bawa. Dilihat dari sudut pandang sekarang, saat itu saya menyimpan bayangan dan prasangka tersendiri mengenai kebangsaan anak-anak muda yang berbeda-beda itu. Semakin lama saya membuat film, semakin sulit bagi saya untuk mempertahankan berbagai stereotip itu dan semakin cermat saya mengamati kisah masing-masing. Akhirnya saya terpaksa mengakui telah berprasangka, dan mulai saat itu saya hanya melihat orang-orang yang berada jauh dari kampung halaman, berikut segenap pertentangan dalam diri mereka.
Tantangan terbesar bagi saya dimulai saat melakukan penyuntingan: Bagaimana caranya memadatkan pengalaman intensif selama dua tahun menjadi film berdurasi 90 menit agar dapat dipahami oleh publik? Bagaimana saya bisa menyeimbangkan plot dengan upaya memperlihatkan kehidupan yang tidak hitam-putih?
Setelah perjuangan selama berbulan-bulan akhirnya tercipta NEULAND, yang saya harapkan mampu menyentuh dan membuka hati penonton bagi perjalanan hidup para migran muda, yang setiap hari tiba di antara kita dalam keadaan susah.
Rekomendasi:
“Tanpa bersedih, tanpa pesan berlebihan, tanpa simbolik atau pun kiat dramaturgi yang terlalu mencolok film ini mampu melakukan sesuatu yang nyaris mustahil dalam keseharian: Memperkenalkan orang-orang lengkap dengan wajah dan kisah hidup, dengan ketakutan dan kegembiraan yang dirasakan, tanpa harus menelanjangi mereka.” (Neue Zürcher Zeitung).
“Melalui film dokumenternya NEULAND, Anna Thommen mengangkat salah satu tema yang paling relevan untuk masyarakat Eropa – migrasi dan ketibaan di tempat asing. Sang pembuat film mendampingi sejumlah migran muda selama dua tahun dan menyajikan potret lembut seorang guru, yang berupaya mempersiapkan anak-anak muda itu untuk menempuh perjalanan selanjutnya. Pada akhirnya, mereka diharapkan “siap menghadapi keseharian” di Swiss: Mampu berbahasa Jerman, memahami logat Swiss, dan lebih baik lagi kalau telah memegang surat perjanjian pelatihan profesi.” (Dari penjelasan mengenai pemberian Hadiah Film Dokumenter SOS-Kinderdörfer 2014).
“Kami ingin memberi pujian kepada satu dari ketiga belas film yang kami tonton. Ini adalah film yang menonjol karena kreativitas yang meyakinkan. Filmnya membatasi diri secara ketat pada kosmos sebuah kelas integrasi Basel – dan sekaligus merangkul seluruh dunia.“ (Dari pujian juri untuk pemberian Hadiah Max Ophüls 2014).
Info lebih lanjut hubungi Uniph 085725809139