Ruang Pamer KKF, 7 – 27 Mei 2009
Buka Setiap hari, jam 11:00 – 21:00 WIB (Kecuali Selasa, KKF Libur)
Memahat ingatan dalam garis kabur
Saya menemukan sebongkah album foto lama di lemari, tertumpuk seperti ingatan yang terserak di pojok tergelap otak sebelah kanan. Foto-foto itu berisi tentang kebahagiaan dan kematian, rekam cahaya dari mulut-mulut yang terbuka karena tawa dan duka. Seingat saya album foto keluarga ini jarang dibuka, entah kapan terakhir kali lembar-lembar foto menguning ini menyerap terang neon.
Kunjungan ke rumah orang tua bukan peristiwa yang sering saya lakukan, tetapi sesekali ketika datang saya selalu tertarik membuka almari itu. Seperti ada magnet yang menarik saya untuk membuka rak terbawah, kemudian memungut foto album tua dengan sampul bergambar bunga dan perempuan mengenakan longdress dengan senyum yang bagi saya nampak begitu palsu.
Hampir semua foto itu berisi tentang keluarga kami: bapak, ibu, kakak dan adik. Ibu meresmikan sebuah acara, bapak yang nampak selalu jarang tersenyum, kami anak-anak yang selalu berpose seperti habis lebaran; necis dan nampak bersih serta bahagia.
Pada awalnya saya mencoba memindahkan ingatan-ingatan itu pada kanvas, akan tetapi gagal. Kanvas nampak terlalu terlalu genit dan palsu. Tak cocok, seperi Osama memakai blangkon, kanvas bukan media yang tepat untuk tema ini. Saya kemudian memindah foto itu dalam lembar-lembar plastik untuk saya perbesar dengan kotak terawang (OHP). Merencanakan untuk memindahkannya ke atas kertas, akan tetapi ketika tengah meyelesaikan plastik pertama saya menemukan bahwa garis di atas bidang transparan itu sungguh menarik. Ketika diterawangkan pada lampu ada bayangan yang membentuk garis-garis baru. Sebuah gambar baru, tapi kabur.
Temuan itu mengingatkan saya pada karya besi gambar yang saya buat untuk sebuah proyek di Belanda. Teralis orang menyebutnya. Tapi saya lebih suka memanggilnya dengan besi gambar. Teralis adalah “seni” yang berkembang di Indonesia sejak munculnya kemampuan menempa besi dan semakin diperluas perkembangannya dengan maraknya teknologi las karbit. Besi yang pada awalnya harus ditempa, dipukul dan ditekuk untuk membentuk, dengan las karbit semuanya menjadi lebih mudah, dan cepat. Apapun bisa dibuat. Dari pengalaman inilah kemudian saya memutuskan untuk memindahkan potret lama yang usang itu menjadi besi gambar.
Tertarik akan munculnya bayangan dan sifat yang transparan, gambar besi membuat potret keluarga menjadi kenangan yang membias. Seakan dipotret kembali oleh cahaya, dipendarkan kembali menjadi rangkaian garis baru yang membuat gambar dari besi yang padat itu seolah merapuh oleh bayangannya sendiri.
Dengan besi gambar ini saya melakukan ziarah pada masa lalu, membaca kembali kenangan yang terekam dalam foto usang. Memendarkannya kembali dalam garis lamat-lamat. Berharap tetap bisa mengenang.
Agung Kurniawan
Profil Singkat Agung Kurniawan
Agung kurniawan lahir tahun 1968 di Jember Jawa Timur, adalah seorang perupa yang banyak bekerja dengan media drawing. Sepanjang 2006-2008 diantara waktunya yang sibuk dengan kerja-kerja sosial kebudayaan, dia mengeksplorasi tema seksualitas sebagai cara untuk melihat sisi munafik kebudayaan. Selain bekerja sebagai seniman, ia juga adalah pemilik dan pendiri Kedai Kebun Forum (KKF) sebuah ruang yang mengeksplorasi seni pertunjukkan dan seni visual berdasar pada ruang, baik secara fisik maupun ideologis. Selain Kedai Kebun Forum ia adalah juga salah seorang pendiri Yayasan Seni Cemeti yang sekarang berubah menjadi Indonesian Visual art Archaive (IVAA). Karyanya tersebar dan dikoleksi di berbagai negara oleh kolektor pribadi maupun lembaga. Karyanya yang paling mutakhir produksi tahun 2008, adalah instalasi “Becom(ing) Dutch Project” disimpan di Museum Seni Kontemporer Van Abbe, Eindoven, Belanda, dengan status permanent loan.