Imam Bucah and Seni Miskinnya
Pameran Seni Rupa oleh Imam Bucah, KKF, 12 Agustus 2009 – 5 September 2009
Ukiran dari kayu temuan, gambar di atas entong dan torehan di kulit buah maja, adalah media yang dipakai oleh Imam Bucah. Rutinitasnya berkeliling dari satu kota ke kota yang lain – seringnya antara Semarang-Solo-Blora-Pati-Rembang-Jepara, di Jawa Tengah – untuk mengunjungi teman atau sekedar mbambung (mengelana) membuat dia memutuskan untuk menggunakan media yang dapat ditemukan dengan mudah. Benda-benda tersebut di atas mewakili sifat dari benda-benda temuan itu. Oleh karena sifatnya itulah maka karya Imam menjadi aneh dalam konteks senirupa sekarang. Seni rupa sekarang dipenuhi dengan karya-karya yang cermat teknik dan media. Semuanya cantik. Jarang kita temukan karya yang berkesan tak selesai atau asal-asalan. Semuanya dibuat dengan bahan yang baik, cat mahal, dan pengerjaan yang sempurna, mencerminkan sebuah situasi mapan yang memabukkan.
Karya Imam mencerminkan kesederhanaan atau menyiratkan kemiskinan. Miskin bahan (hanya bolpen dan kertas, kayu bekas, dan benda temuan lainnya) dan miskin kemasan (sebagian besar tidak dikemas secara baik). Karya Imam adalah karya seniman jalanan, yang dibuat di jalan dan sambil jalan-jalan. Tidak dibuat dalam kondisi yang diam atau mapan disuatu tempat. Karyanya selalu bersifat ringkas, mudah dibawa dan jikalau perlu mudah dibuang atau dibarter. Karya kriya kayunya juga mencerminkan tradisi dekoratif yang kuat. Setiap inci tubuh kayu diukir dengan teliti, dan kemudian disambungkan kembali dengan bagian tubuh kayu yang lain. Hampir semuanya berukuran mungil, segenggaman tangan. Karya-karya mungilnya menyiratkan sebuah ketelatenan dan semakin memperkuat konteks benda buatannya sebagai sebuah karya pengisi waktu luang. Sebuah seni yang kemudian bebas dari keinginan-keinginan besar, seperti halnya senirupa sekarang ini.
Namun, sederhana dan tanpa pretensi tidak nampak dalam karya gambarnya. Sebagian besar gambarnya berusaha bercerita dengan susah payah. Dia menambahkan teks pada gambarnya, seringkali teks itu terlihat terpisah dari gambarnya. Gambar dan aksara saling ingin menonjol satu sama lain. Sering kali aksara terasa hanya sebagai isen-isen saja dari pada sebuah makna.
Karya gambarnya seperti kriya kayunya juga dibuat dengan detail yang kuat. Arsiran membentuk gradasi gelap terang, dan efek plastis benda yang digambar. Tekniknya cukup memadai dan mumpuni. Akan tetapi teknik itu juga berpretensi untuk menjebak. Berindah-indah kemudian jadi abai dengan tema dan narasinya. Itulah yang terjadi pada gambar Imam.
Sebagai jago silat, gambarnya terlalu banyak membuat kembangan tapi lupa untuk segera “menyerang”. Itu saya kira merupakan penyakit dari seniman yang mempunyai teknik yang kuat, kerap terjebak pada sebuah pertunjukan teknik.
Agung Kurniawan/Direktur Artistik KKF
ARTIST STATEMENT
Catatan Kecil
Saya juga bepergian.
Tapi tidak perjalanan yang jauh dan heboh naik pesawat. Perjalanan ku dekat-dekat saja, lebih banyak antar kabupaten saja. Namun ini serius dan penting, karena selalu menjadi bagian dari proses berkesenianku.
Tidak selalu menyenangkan dan mudah berada di tempat yang baru dengan orang-orang baru, selalu saja muncul situasi tidak menyenangkan dari posisi tidak dikenal. Beradaptasi, melebur, menjadi satu dengan mereka dan mencari ritme untuk bisa berkarya adalah pekerjaan yang selalu membuat aku terus belajar tentang apa itu rendah hati.
Dengan keberadaan yang “melata” ini aku mengerti orang-orang di kesenian arus bawah, pertanyaan yang ditujukan cenderung sama dan jawaban selalu dari awal lagi. Bertemu dengan bakat-bakat yang tercecer, tersebar, tak terdata tapi sering kali mengejutkan. Bicara perihal kesenian mutakhir tentu di awang-awang, bicara perihal galeri adalah suatu yang asing. Kanvas … cat minyak aku menyebut barang yang mahal dan mewah; kolektor, kurator adalah sesuatu yang nggak tersentuh.
Tapi dalam pengembangannya … secara alamiah, aku nyaman menemukan media (peralatan) yang membuat aku nyaman dan bisa “bergaul” mempertemukan pikiran, gagasan pertukaran teknis, bahkan sampai transfer ideologi. Peralatan ini sederhana dan mudah ditemukan sehingga tidak ada jarak, sangat terjangkau. Maka segala macam teori dan profokasi cepat tertanggapi dengan media ballpoint dan cutter saya sering bergulat bersama.
Pameranku ini semacam catatan perjalanan hasil dari sebuah pemikiran bertemu dengan pikiran lain, yang telah masuk pintu kesamaan pandangan. Sesuatu yang menyenangkan (selalu) ketika kita tahu bahwa kita bertambah teman.