Foto: Dok. KKF
Perempuan ini adalah bukti bahwa ungkapan Tuhan tidak adil itu benar adanya. Cantik, cerdas, berbakat, terkenal, dilengkapi dengan laku tutur lembut dan senyum yang menawan. Dialah Leilani Hermiasih, atau yang lebih dikenal dengan nama panggung Frau, seorang musisi dan pianis. Setelah lama sulit dijumpai di Yogyakarta karena beberapa tahun belakangan dihabiskan di negeri asal James Bond untuk melanjutkan studi, Lani, panggilan akrabnya, terlihat di KKF. Bukan untuk makan, bukan melihat pameran, melainkan latihan untuk sebuah proyek pro bono di mana dia sedang terlibat.
Adalah Dialita, paduan suara yang beranggotakan para wanita mantan ataupun keluarga korban dan tahanan politik peristiwa kelam 1965. Lagu-lagu Dialita sejatinya adalah nada-nada terlarang, rintihan sekaligus pelipur lara, yang lahir dari represifme Orde Baru. Agung Kurniawan, seniman dan juga Direktur Artistik Kedai Kebun Forum, tergelitik untuk mengabadikan nada-nada minor itu ke dalam kepingan CD sebagai bentuk buku sejarah yang berbunyi, menyenandungkan apa yang sesungguhnya terjadi kala itu. Album yang kemudian diberi nama Dunia Milik Kita, diluncurkan perdana di kampus Sanata Dharma pada 1 Oktober 2016, Lani berperan sebagai salah satu penata musiknya.
Alumnus antropologi UGM yang sekarang memangkas hampir habis rambut kriwilnya, terlihat sederhana seperti biasanya. Tampilannya tidak muluk–muluk, celana kain tiga perempat, blus batik, dan sandal jepit berwarna kuning. Tanpa ditemani Oskar, pianonya, rehearsal malam itu, Kamis, 29 September 2016, berjalan dengan khusyuk sekaligus indah.
Apa yang melatar belakangi seorang Lani, yang notabene adalah Frau, si gadis penenun hujan yang ingin bercinta di luar angkasa, mau terlibat dalam sebuah proyek nirlaba dan melawan arus besar industri musik adalah semata-mata kepekaan akan negerinya. Kesadaran bahwa ada sejarah yang tertutupi atau mungkin ditutupi dan keinginan untuk mencari tahu kebenarannya. Naif rasanya bagi Lani bila ingin menguak ketidakadilan melalui jalur hukum diplomasi kooptasi. Dengan jubah musisi yang dimiliki inilah yang dapat dia sumbangkan untuk mengenalkan sejarah khususnya kepada anak muda yang mungkin tidak tahu bahwa ada banyak “dialita dialita” di luar sana. |Yumaya Mija|
Foto: http//:www.beritasatu.com