Kedai Kebun

Arts – Plants – Kitchen

Projek Seni Rupa “September Something”

September Something:
Melihat Bencana dari Ruang Keluarga
(Workshop, Pameran Seni Rupa, dan Diskusi)
April – November 2005

Inisiator                         : Agung Kurniawan
Pimpinan Proyek     : Agung Kurniawan
Pengelola Proyek     : Ratna Mufida

LATAR BELAKANG ___________________________________________________________________

Proyek seni visual ini berupaya untuk melihat persoalan ”pembantaian/trauma 1965” dari sudut pandang generasi yang lahir pada masa “puncak keemasan orde baru”. Sebuah generasi yang ditengarai lahir pada periode tahun akhir 70-an atau awal sampai pertengahan delapan puluhan. Generasi ini praktis mengisi sebagian hidupnya dalam “kepompong” mesin propaganda Orde Baru; sekolah dasar sampai perguruan tinggi, menonton film lokal dan asing yang terseleksi oleh negara (sebagian kecil mungkin menonton film yang lolos tanpa seleksi), terbiasa berseragam (seragam sekolah, pramuka, paskribaka), hidup dalam “kemewahan” boom ekonomi kedua pada pertengahan delapan puluhan dan awal sembilan puluhan. Bagaimana generasi ini melihat trauma 65? Apa yang mereka ketahui tentang peritiwa itu selain menonton film dari Arifin C. Noor (pengkhianatan G.30. S. PKI), dan gosip?

Bagaimana kita bisa melacak sebuah peristiwa penting yang telah dihilangkan dari ingatan? Bagaimana menjelaskan sebuah peristiwa kepada sebuah generasi yang tidak tahu bahwa telah terjadi sebuah peristiwa penting, atau dengan kata lain bagaimana caranya melawan amnesia massal itu?

Pertanyaan bertubi-tubi di atas akan selalu muncul begitu kita berhadapan dengan trauma 65. Pertanyaan-pertanyaan di atas selalu akan terus mengganggu oleh karena kita tidak pernah pernah benar-benar mau menjawab. Masa lalu biarlah berlalu, apologia yang kita selalu dengar dari waktu ke waktu.

Melacak peristiwa itu dari artefak-artefak kebudayaan pop

Oleh karena propaganda masif yang dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru menyebabkan hampir tidak mungkin untuk menemukan data-data dari tangan pertama. Kekuasaan itu meskipun sekarang sudah berakhir, masih menyisakan residunya (misalnya buku-buku yang dianggap kiri sampai sekarang masih ditempatkan dalam ruang terkunci di perpustakaan daerah Yogyakarta). Cerita-cerita tentang peristiwa itu tetaplah menjadi “sejarah senyap”, dan tetap tidak akan terbuka selama tidak ada sebuah sikap politik untuk mengubah itu.

Situasi itulah yang membayangi proyek ini, oleh karena itulah dibutuhkan sebuah cara untuk menyikapinya. Untuk itu trauma 65 harus di lihat secara “melingkar”, artinya analisa tidak dilakukan langsung pada pokok persoalannya akan tetapi melalui budaya pop yang hidup di jaman itu. Melalui majalah yang diterbitkan pada tahun-tahun itu, lagu-lagu populer, fashion dan lain sebagainya. Dengan cara itu diharapkan pokok persoalan dapat dilihat dengan cara berbeda dan hasilnya diharapkan nantinya jauh dari stereotype.

TUJUAN PROYEK ______________________________________________________

Proyek seni visual ini berangkat dari semangat bahwa seni rupa yang berparadigma a la Fine art tidak bisa dijadikan sebagai satu-satunya pilihan bagi seniman muda, karena itu secara tidak langsung itu adalah upaya depolitisasi sistimatis terhadap disiplin seni.  Oleh karena itulah proyek seni semacam ini perlu diadakan terus menerus.

Dengan mengadakan workshop, pameran dan diskusi diharapkan dapat diperoleh pembacaan yang berbeda mengenai trauma 65, yang tidak hanya melihat persoalan ini dari sudut korban dan pelaku akan tetapi lebih pada persoalan resepsi personal kaum muda yang “dipinggirkan” dari sejarah itu sendiri.

Proyek ini juga dapat menjadi semacam pendidikan hak asasi manusia, semacam penyadaran pada kalangan muda bahwa mereka berhak secara merdeka memperoleh informasi atau konfirmasi atas peristiwa apapun tanpa harus melalui jaring sensor dan swa sensor.

DESKRIPSI  KEGIATAN ________________________________________________

A. Workshop
Mengingat peserta proyek ini adalah seniman muda (lahir pada awal atau pertengahan delapan puluhan) perlu diperkenalkan sebuah pendekatan yang tepat untuk melihat peristiwa ini. Workshop ini juga diadakan dengan asumsi bahwa pendidikan seni telah gagal menempatkan seni sebagai alat analisa, dan hanya menjadi semata-mata mesin  pemproduksi keindahan. Untuk itu dalam workshop ini diperkenalkan beberapa kurikulum baru, meliputi:

1.    Mengenalkan seni visual sebagai alat analisa.
Pada workshop ini peserta diperkenalkan bahwa seni visual bukan semata-mata sebagai mesin keindahan akan tetapi juga mempunyai kemampuan untuk dipakai sebagai alat analisa peristiwa-peristiwa sosial.

2.    Arkeologi visual, peserta diperkenalkan dengan metoda dasar arkeologi yaitu pembacaan benda-benda temuan. Data-data yang sedikit dan terserak pada dasarnya dapat didekati dengan metode arkeologi yang terbiasa mengenali benda-benda temuan baik yang insitu atau pun yang telah hilang konteksnya. Berseraknya data dan hilangnya konteks adalah ciri umum dari data september 65.

3.    Semangat dari workshop ini adalah sebuah visualisasi “sejarah personal”, sejarah yang tidak bersifat kanonik. Sejarah visual ini adalah sub teks dari sejarah besar yang dipenuhi oleh pahlawan nasional, perang, catatn resmi negara, dan kronologis. Pengenalan sejarah personal ini akan di berikan selama workshop bersama-sama dengan kedua workshop di atas.

Selama workshop berlangsung, para peserta sekaligus melakukan riset pencarian data-data dan benda-benda yang dianggap berhubungan dengan peristiwa September 65.

B. Presentasi Artefak (benda temuan) & Responsi
Pada akhir workshop, data-data dan benda-benda temuan hasil riset peserta dipresentasikan di galeri Kedai Kebun Forum.

C. Eksekusi karya (Pameran Seni rupa)
Eksekusi karya dalam proyek ini berangkat dari data-data dan eksplorasi benda-benda temuan itu yang telah diolah melalui pembacaan dalam sesi workshop dan presentasi. Karya-karya itu meliputi seni video, illustrasi, fashion, seni lukis, grafis dan bentuk seni rupa lainnya.

Karya-karya ini dipamerkan dalam dua kali pameran pada bulan September dan Oktober 2005.

D. Diskusi
Proyek ini diakhiri oleh diskusi yang bertema “melihat masa lalu lewat seni visual” dengan menghadirkan tiga orang pembicara dari wilayah Hak Asasi Manusia, Komunikasi, dan Sejarah. Pesertanya meliputi kalangan seniman, aktivis ornop, mahasiswa dan publik umum lainnya. Diskusi ini bertujuan juga untuk mengangkat isu ini ke dalam wilayah yang lebih luas, tidak hanya sebatas seniman dan komunitasnya.

September Something Vol.1
Kedai Kebun Forum, 17 September – 7 Oktober 2005

Seniman:
Agus Adi,  Ali Antoni, Anang Saptoto, Hendra Harsono, Faturrohman “Indun”,
Prihatmokky, DJ Putut, Sadat Laope, Sari Handayani & Pitra Ayu

anang-saptoto2.jpg

Thanks for Some One
Instalasi, performance interaktif , 2005
Anang Saptoto

Ucapan terimakasih biasa diberikan ketika seseorang merasa telah memperoleh atau dianugerahi sesuatu, Sehingga membuat mereka merasa nyaman dan senang hati.

Berdasarkan riset yang saya lakukan pada beberapa koran bertarik tahun 60-an, terdapat temuan yang menarik yaitu ucapan terima kasih itu ditujukan lebih kepada orang yang berhubungan langsung dengan tindakan yang menyebabkan ucapan terimakasih itu diberikan. Misalnya terima kasih kepada bapak A atau Ibu B. Ucapan itu meskipun seremonial akan tetapi terlhat lebih tulus dan tidak hierarkis. Hal itu berbeda dengan temuan saya lainnya yang bertarik tahun 90an sampai sekarang. Ucapan terima kasih entah kenapa selalu dibubuhi dengan pernyataan terima kasih kepada tuhan. Cara pengucapan memang berbeda-beda terkadang lebih formal semisal, terima kasih kepada Tuhan yang Maha Esa, atau bentuk yang lebih kasual; terima kasih kepada tuhan desainering desainer (lihat print yang terdapat ditembok). Tuhan yang selalu muncul itu menarik perhatian saya, kenapa anak muda dan orang Indonesia masa kini selalu menyebut Tuhan disetiap kesempatan? Sejak kapan peristiwa itu muncul? Kenapa Tuhan penting bagi kita sekarang?

Kepada siapakah kalian pertama kali akan mengucapkan terima kasih ketika kalian mendapatan sesuatu yang sangat spesial dalam hidup kalian?

silahkan tulis di tempat yang tersedia atau di kertas pesan,

agus-adir1.jpg          ss-agus-adi1-rz.JPG

Kue Ulang Tahun Sejarah
Kue tart, performance, 2005
Agus Adi

Sejarah bisa jadi adalah sepotong roti yang lezat. Seorang koki ahli menyiapkannya –sesuai dengan selera dan keahliannya- kita menyantapnya dengan nikmat. Ketika menyantap bukankah kita tidak pernah ingin tahu siapa kokinya dan mengapa ia membuat kue itu; dipesankah, rutinitas atau kue reject yang kita makan?

Sejarah adalah politik konsumsi.

saripitra-versi-jpeg.JPG

GERWANI  ON  STAGE
Video,     , 2005
Sari Handayani & Pitra Ayu

GERWANI  on  STAGE
Siapa yang tahu GERWANi?
Siapa yang tahu dia
sebenarnya? Apa yang
dilakukannya, Bagaimana
style-nya …???

(karya berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa orang yang lahir 1980-an keatas, bagaimana mereka mengintrepretasikan GERWANI dari sudut pandangnya)

mokky2-versi-jpeg.JPG

GABER IS BACK
Video,      , 2005
Prihatmokky

Tahun 1963 di wonosari adalah jaman yang oleh penduduk lokal di namakan “jaman gaber”. Jaman saat beras sangat sulit didapatkan oleh karena mahal dan langka, masyarakat wonosari menggantikannya dengan gaber. Gaber sendiri untuk saat ini sudah tidak di konsumsi lagi oleh masyarakat wonosari, video ini mencoba untuk menelisik sejenis makanan apakah gaber itu, bagaimana makan itu dibuat. Sebuah video yang bercerita tentang penggalan kisah sebuah masyarakat kota kecil yang berubah, dari sepiring gaber.

indun1-rz.JPGindun2-rz.JPG

MONEY TRAVEL
Instalasi, 2005
Faturrahman Indun

Pahlawan lalu dan kini dalam mata uang RI

putut-rz.JPG

ZIARAH  DUSTA
Video,     , 2005
DJ  Putut Anom

Diambil dari film Pemberontakan G 30 S PKI karya Arifin C. Noor yang menceritakan kisah pemberontakan PKI versi Orde Baru, dari film yang rata-rata beradegan mencekam tersebut, saya mengambil potongan-potongannya, yang kemudian ditambahi beats-beats semarak …dan asoi

sadat-laope-1-rz.JPGss-sadhat-laope2-rz.JPG

PALU ARIT POP …….
Permen, performance, 2005
Sadat Laope

Palu arit adalah lambang yang digunakan seluruh partai komunis didunia, termasuk juga di Indonesia yaitu PKI (Partai Komunis Indonesia),. Sejak peristiwa G 30 S, segala hal yang menjadi atribut atau aksesoris dilarang untuk beredar, kecuali dalam buku-buku sejarah sekolah dengan segala  catatannya yang muram –mengarah kepada atribut orang-orang kejam dan bengis.

Lantas bagaimana anak muda saat ini melihat lambang palu arit tersebut ?
Bagaimana sebuah ikon visual yang dianggap (dapat) menimbulkan trauma berhadapan dengan kepentingan ekonomi yang berusaha meng-cool- kan ikon tersebut ?

hendra-harsono-rz.JPG

AWAS SEPTEMBER
Print on sticker paper, 2005
Hendra Harsono

Sebuah ingatan berjalan bila kita mengalami sebuah peristiwa. saya dilahirkan pada tahun 1983, dimana saya tidak mengalami peristiwa 65 secara langsung. Hanya tahu dari sumber sumber yang telah disediakan menurut versi “mereka”. Waktu di bangku sekolah dasar saya selalu disuruh menonton film pengkianatan G 30 S PKI, dan malangnya saya tidak pernah sampai selesai menontonnya, ada ketakutan hingga sekarang. Saya juga ingat kakak saya pernah dimarahin orang tua saya gara gara memotret pawai PRD di Surabaya, waktu itu saya hanya bisa bertanya tanya sendiri, memangnya ada yang salah??? Setelah kepemimpinan presiden soeharto turun, banyak informasi yang keluar tentang peristiwa 65 dari sudut pandang yang lain tentunya. Itu membuat saya cukup punya pandangan lain. Tetapi apakah itu membuat ketakutan saya hilang? saya sendiri masih ketakutan kalau melihat lambang palu arit. Dalam project september something ini saya mencoba membuat sebuah peringatan tentang apa yang telah terjadi, apa yang ada di benakmu??? tempelah stiker yang saya sediakan di tempat tempat menurut anda bisa mengingatkan anda setaip waktu.

(bukan) orang-orang p-k-i
–   foto tahun 2005  –
Ali Antoni

Pada masa rezim orde baru berkuasa – sudah menjadi rahasia umum bahwa anggota pki aktif dibasmi oleh suatu kekuatan yang sudah diorganisir dengan mantap. Kemudian anggota pasif diasingkan dan dipinggirkan dari “kehidupan”. Di mata masyarakat mereka dianggap suatu momok yang menakutkan atau bagai virus yang harus “dibunuh” atau “dimusnahkan”, entah itu dibunuh secara fisik maupun mental, saya kurang tahu begitu banyak tentang hal ini.

“Masalah” mulai hadir ketika keluarga yang tidak tahu-menahu dengan urusan ke-pki-an dari salah satu atau beberapa anggota keluarganya yang terlibat harus ikut menanggung beban dosa dan ikut pula menjalani “hukuman” yang diberi oleh masyarakat maupun rezim yang ada.

Banyak orang-orang yang mau tidak mau masuk dalam daftar hitam ; kemudian dari pada itu sebagian haknya sebagai warga negara harus hilang dan dilarang. Rezim yang ada “dengan seenaknya begitu saja menunjuk siapa orang-orang yang masuk dalam daftar hitam yang mereka buat, terlepas dari benar tidaknya kepartisipasian mereka pada pki – rezim tidak mau ambil pusing – yang jelas tindakan “subversif” harus ditumpas, meskipun itu belum jelas kebenarannya, tak terlalu penting ; mungkin begitu pemikiran rezim waktu itu.

Proses pembutan karya ;

Dalam karya kali ini saya mencoba melakukan “simulasi” yang telah dilakukan rezim .
Orang-orang yang saya foto dalam karya “(bukan) orang-orang p-k-i” ini sama sekali mereka tidak tahu bahwa foto diri mereka akan dipamerkan dalam pameran tentang p-k-i. Bahkan lebih jauh lagi saya tidak tahu-menahu tentang siapa mereka, nama mereka, juga sayapun tidak tahu apa “hewan kesayangan” mereka atau “makanan kesukaan” mereka. Begitupun mereka tidak tahu-menahu siapa saya, nama saya, “ukuran sepatu saya” atau “koreng kecil” yang ada di dekat pantat saya. sumpah, mereka tidak tahu “apa dan bagaimana saya”. Kesimpulannya ; bukankah proses ini adalah sebuah “simulasi” yang mendekati persamaan dengan hal yang sudah saya tulis di atas, dimana sebagian orang-orang yang masuk dalam daftar hitam yang dibuat tidak tahu-menahu apa dan mengapa hingga mereka bisa masuk didalamnya juga rezim yang memasukkan mereka dalam daftar hitam pun tidak tahu persis mengapa orang-orang itu mereka masukkan didalam daftar itu ?

Setidaknya kesimpulan ini saya buat bagi diri saya sajalah – jika orang lain tidak mau dan kesulitan untuk setuju. Maaf ; siapa tahu anda orang p-k-i asli atau orang rezim asli lebih tahu urusan ini, dari pada saya yang kebetulan harus latah ikut-ikutan membicarakan hal ini .

September Something Vol. 2
Kedai Kebun Forum, 12 Oktober  – 10 November 2005

Seniman:
H. Priyadani “Blangkon”, Janu Satmoko, Rudi “Aceh” Dharmawan, Edwin “Dolly” Ruseno,  Rahman “Tito” Harris, Uji Handoko, Iwan Effendi, Erfianto “Gurit” Wardhana, Gede Krisna, Anang Saptoto.

rudi-aceh-dharmawan-red-hole-rz.JPGrudi-aceh-dharmawan-cover-red-hole-scan1-rz.JPG

Red hole / Lubang simerah.
Komik, 2005
Rudy Dharmawan

Tahun 1965, yang disiarkan melalui siaran radio atas perintah dari bapak Untung dan Subandrio setiap masyarakat diharuskan membuat lubang didepan rumahnya sebagai tempat persembunyian/bunker. Isunya akan ada serangan dari malaysia. Ternyata itu hanya cara  PKI, jika mereka menang yang bukan anggotanya akan dibantai dilubang tersebut.
Lubang pada waktu itu ada yang berbentuk L & Y.
(Nara sumber Rita Wati, ibuku)

dolly1-rz.JPG

SEPTEMBER CERIA
Video, 2005
Edwin Dolly Ruseno

Sebuah video klip yang sengaja diambil dari footage film propaganda Orde Baru yang disutradarai oleh Arifin C. Noor. Sebuah adegan yang mungkin kita lupakan … ada keindahan yang terlupakan

hendra-priyadani-1-rz.JPG      hendra-priyadani-2-rz.JPG

Menguak Kisah Tabu, Mengungkap dengan lagu
Instalasi, Distro merchendise GESTAPU, 2005
Hendra Priyadi “Blangkon”

GESTAPU disini adalah suatu group musik yang berdiri pada 30 september 2000,oleh beberapa mahasiswa FSR ISI, dengan mengusung aliran dangdut melayu. Kelahiran mereka bermaksud menghilangkan image sangar atau stigma negatif yang telah dikondisikan oleh pemerintah ORBA dan mengajak masyarakat untuk tidak melupakan sejarah, menuntut untuk pelurusan dan membongkar sejarah yang sesungguhnya tentang peristiwa Gerakan  30  September 1965.

Mereka memilih media propaganda dengan bermain musik supaya lebih familiar & dekat di masyarakat. Dalam setiap pementasanya GESTAPU memakai media kaos (digunakan para player) yang  sesuai dengan tema, mereka sering mengangkat tema relitas sosial di masyarakat yang terkini, yang didukung dengan orasi budaya, performance mereka juga di dukung dengan syair-syair dan lirik2 yang mereka bawakan. Meraka biasanya diikuti oleh fans yang tergabung dalam batalyon joget TJAKRABIRAWA (Tjakap Ramah Bijaksana Rapi Wagu) untuk mereka yang berkelamin cowok, dan GERWANI (Gerakan Wanita Ingin Nikmat) untuk mereka yang berkelamin cewek dalam pementasannya.

janu-rz.JPG

JAWA ITU KUNCI
Stencil on batik, 2005
Janu Satmoko

Seperti sebuah batik, ciri dari sebuah identitas. Goresan demi goresan. Warna demi warna ditumpukan di lembaran kain yang dibuat dengan jari-jari lentik pembuatnya tanpa mengetahui proses pembuatannya. Begitu pula seperti sebuah sejarah kata demi kata tergores suatu politik didalamnya yang tanpa kita mengetahui sesungguhnya ada apa dibalik itu semua .
Ternyata ada kesalahan dalam pembuatan, tidak seperti apa yang dibayangkan.

anang3-rz.JPG

Mengapa Tuhan menjadi begitu penting bagi kami?
Video, 2005
Anang Saptoto

Tuhan              : IIIIIIIIIIIIIIII
Ibu/ Bapak    : IIIIIIIIIIII
Teman             : IIIIIIII
Lain2               : IIIIIIIIIIIIII

Pada pengamatan yang telah saya lakukan pada beberapa orang dalam penulisan terima kasih pada skripsi, katalog, dan sebagainya, diidentifikasi sebagaian besar ditujukan kepada Tuhan.

Kemudian saya berusaha mengubah sudut pandang dengan pertanyaan serupa dalam ruang lingkup dan situasi yang sifatnya lebih santai, seperti di gallery, tempat nongkrong dan warung makan.

Kepada siapa kalian pertama kali akan mengucapkan terima kasih ketika kalian mendapatkan sesuatu yang sangat spesial dalam hidup kalian?

hahan1-rz.JPG

BERBAHAJA
Video, 2005
Uji Handoko

Sebuah vinyl tua Lilis Suryani, yang diiringi oleh orkes Baju telah mngubah kehidupan seorang jejaka muda nan enerjik  untuk melakukan sebuah “penelitian kecil” terhadap sesuatu yang mengganjal. Bagaimanakah kelanjutannya…Anda dapat saksikan dalam keping DVD ini.

ss-gurit-rz.JPG

“Kembali ke Selera Asal”
(1965)
CD Audio, 2005
Erfianto “Gurit” Wardhana (1965)

…Yang awalnya tercipta (1953) sebagai keceriaan rakyat …
….Karena selera “sang borjuis”
Berubah menjadi keceriaan bangsawan Eropa …
….Waktupun perlahan mulai menjauh ….
….dan dengan kebijaksanaan sang waktupun semuanya
bisa kembali pada keceriaan rakyat sekarang ….

ss-tito-rz.JPG

TSAVOD
Instalasi, sepeda motor, parasut, 2005
Rahman “Tito” Harris

Motor tanpa literatur ini berasal dari Rusia. Dibuat pada tahun 1956. Menurut sejarah, motor ini diterjunkan dari pesawat saat pengiriman logistik dari Rusia, entah untuk siapa motor ini dikirim. Bagi anda yang mengetahui sejarah dari motor ini, silakan menuliskan pesan pada buku tamu.

iwan-ef-rz.JPG

‘ngeten niki’…
Digital Print, 2005
Iwan Effendi

“Wah…..nek teng dusun mriki pesat mas, kidul ngomah niku nggih tiyang ‘ngeten niki’…., ning cen mboten keciduk….”

“Wah…. kalau di dusun ini pesat sekali mas, sebelah rumah itu juga orang ‘begini’…, tapi memang tidak tertangkap…”

Rumah Pak Kahono
Dusun Bejen, Kelurahan Wanurejo, Borobudur, Magelang
6 Februari 2005, dinihari

krisna-display-rz.JPG

LOVE  YOUR  LOCAL  HERO
stencil cut Pahlawan Revolusi, 2005
Gede Krisna

Saat ini kita mengagumi tokoh-tokoh beken seperti Che Guavara, Marylin Monroe, Adolf Hitler, Mao Tse Dong, dkk. Melalui “ Love Yr Local Heroes” mencoba mengangkat tokoh-tokoh lokal negeri sendiri, dalam tema “ September Something”, mengangkat pahlawan-pahlawan revolusi yang jarang dipakai atau mungkin hampir dilupakan anak-anak muda saat ini. Dengan memakai media stensil art yang sedang marak dipraktekkan di jalan, karya ini turut menyemarakkan perang ikon anak muda. Selamat mengebom !!!

About Author