Kedai Kebun

Arts – Plants – Kitchen

Pemutaran Film “Vier Minuten” – German Film Club, kerjasama KKF & Goethe Institut

Pemutaran Film “Empat Menit (Vier Minuten)”
Kerjasama Kedai Kebun Forum (KKF) dengan Goethe Institut Jakarta

Rabu, 3 Oktober 2012
Jam 19:00 WIB
Di Ruang Pertunjukan (Lt. 2) KKF
Terbuka untuk umum & GRATIS

SINOPSIS

EMPAT MENIT (Vier Minuten)
Sutradara: Chris Kraus, 2006, 112 menit, Jerman dengan subtitle Inggeris
Pemain: Monica Bleibtreu, Hannah Herzsprung, Richy Müller, Jasmin Tabatabai

Sejak berpuluh-puluh tahun Traude Krüger mengajar piano di sebuah penjara wanita. Ia lalu bertemu dengan Jenny, seorang gadis muda yang didakwa dalam kasus pembunuhan dan ia pernah dikenal sebagai anak ajaib karena talenta bermusiknya. Dengan usaha sang guru yang mengantarnya menjadi pemenang dalam sebuah lomba musik berkembanglah antara kedua perempuan itu sebuah hubungan yang kompleks, kontroversial dan menegangkan sampai detik terakhir. Sebuah cerita yang tidak biasa dengan konsekuensi yang tidak dipikirkan.

Sebuah mobil datang ke penjara, dua laki-laki dan seorang wanita tua. Mereka membawa masuk sebuah piano ke dalam penjara. Seorang pengawas menilai dua laki-laki itu yang juga sedang menjalani hukuman ini sebagai “sampah”. Si wanita bekerja di penjara itu sebagai guru piano – tanpa honor sepeser pun. Piano itu pun miliknya. Pimpinan LP menilai aktivitas sang guru dengan keraguan. Traude bukanlah wanita yang mudah dimengerti. Tuan Meyerbeer, yang tidak ingin disapa dengan sebutan “Tuan Direktur”, dinilainya dengan getir: Direktur penjara yang pertama ia kenal ingin disebut dengan panggilan “pawang angin ribut”.

Di ruang gereja kecil di dalam penjara tersebut beberapa narapidana sedang ditanyai, apakah mereka mau belajar bermain piano. Jenny yang pernah dipuji sebagai anak ajaib dalam bidang musik mula-mula tidak bereaksi. Seseorang memainkan karya kesukaan seorang pembunuh, Sonate Mozart dalam A-Dur; terdengar memilukan. Mungkin inilah saat yang tepat bagi Jenny untuk mendaftar pada guru wanita tua itu, setelah ia juga disudutkan dengan tuduhan bahwa ia seharusnya bisa mencegah teman satu selnya untuk menggantung diri. Ia tidak yakin, apakah ia benar-benar ingin bermain lagi. Dan ia bereaksi terhadap dunia sekitarnya tanpa perhitungan, penuh kemarahan, penuh agresi yang bisa menghancurkan dirinya sendiri. Sekali lagi wanita muda ini terpuruk; terisolasi, dan ia menerima kunjungan sang guru piano dengan badan terikat pada ranjang di selnya. Sang guru menawarkan bantuan – bukan untuk menyelamatkan hidup atau seseorang, melainkan untuk menyelamatkan piano. Keduanya sadar, bahwa semua itu tak bisa dipisahkan.

Meskipun kedua protagonis dipengaruhi dan dikuasai oleh masa lalunya, dalam film hal ini hanya di perlihatkan dalam bentuk fragmen-fragmen. Jenny telah mendapatkan pelecehan seksual dari ayah angkatnya dan pernah “menggorok” seorang laki-laki dengan mengerikan. Ia sendiri bercerita tentang bayinya yang meninggal dini karena hutangnya pada klinik bersalin. Belakangan Traude mengakui pada muridnya, bahwa ia adalah “lesbian yang bodoh” yang masih saja merasa bersalah sejak kekasihnya dibunuh oleh Nazi. Bagi kedua perempuan itu, Jenny dan Traude, dunia mereka itu hancur, dan film ini menghindari penyatuan dari potongan-potongannya untuk menyatukannya kembali. Bahkan potongan-potongan itu cenderung membingungkan daripada menjelaskan. Setidaknya latar belakang cerita penuh dengan ruang-ruang kosong, pertentangan dan ruang-ruang terbuka. Bagi kedua figur itu yang lebih penting adalah tugas untuk menemukan masa kini dan berkompromi dengannya.

VIER MINUTEN menceritakan tentang pertarungan dengan cara yang berbeda dari generasi yang terluka – dan akhirnya menjadi duel dua pemain yang sangat bagus dan penuh semangat. Ini lebih dari sekedar permainan piano. Kita nyaris tidak melihat pelajaran bermain piano, nyaris tak ada latihan keterampilan, tak ada teori. Lebih penting di sini adalah pendirian – sampai akhirnya tiba pada sebuah gambar yang luar biasa, saat menggambar papan kunci piano di atas meja lalu dengan gambar itu ia bermain piano secara imajiner; yang menentukan adalah pendirian nurani dan kesiapan untuk mengubah pendirian itu agar tidak selalu diam ditempat.

About Author