Kedai Kebun

Arts – Plants – Kitchen

German Film Club – Pemutaran Film “Die Geliebte Schwestern (Saudari-Saudari Terkasih)”

poster-die-geliebten-schwestern_rz

German Film Club

Rabu, 2 November 2016, 19.00 WIB
Ruang Aula, Kedai Kebun Forum
Jl. Tirtodipuran 3, Yogyakarta
Terbuka untuk umum & gratis

mempersembahkan

Die Geliebten Schwestern (Saudari-Saudari Terkasih)

Sutradara: Dominik Graf, 2012-2014, Feature Film, 134 min., berbahasa Jerman dengan subtitle bahasa Inggris
Pemain: Hannah Herzsprung, Henriette Confurius, Florian Stetter, Claudia Messner, Roland Zehrfeld, Maja Maranow

SINOPSIS

1788: Charlotte von Lengefeld, putri keluarga bangsawan miskin di Thüringen, dan saudarinya Caroline yang terperangkap dalam perkawinan tidak bahagia pernah berjanji akan berbagi segala sesuatu dalam hidup mereka. Ketika Friedrich Schiller yang dikeluarkan dari Württemberg muncul di kota asal mereka, Rudolstadt, mereka mulai suatu hubungan segitiga dengan sang penyair, yang kemudian diuntungkan oleh pernikahannya dengan Charlotte. Namun ternyata cara hidup itu serba rentan. Utopia pribadi mereka sama rumitnya seperti utopia politik di latar belakang: yaitu Revolusi Prancis.

Keluarga bangsawan von Lengefeld telah jatuh miskin. Kedua anak perempuan keluarga itu tumbuh tanpa ayah mereka, dan Caroline menikah terutama karena pertimbangan uang. Charlotte sempat meninggalkan kota kelahirannya untuk tinggal di Weimar bersama ibu permandiannya, Nyonya von Stein, sambil menanti diperistri oleh laki-laki yang pantas. Tetapi ia tidak kerasan di lingkungan serba santun tersebut – dan itu mungkin satu alasan ia tertarik kepada Schiller. Ibunya memandang rendah penyair miskin itu: “Putri-putriku patut mendapatkan kehidupan tanpa kesusahan!” Bahwa masalah di luar materi pun bisa membuat susah ternyata dialami sendiri oleh Caroline. Tetapi untuk sementara mereka menghadapi musim panas 1788 yang penuh janji: Schiller tiba di Rudolstadt, dan kedua bersaudari yang dulu berjanji akan berbagi segala sesuatu dalam hidup mereka pun jatuh cinta kepada sang penyair, yang terkenal berkat “Die Räuber”, tetapi jauh dari mandiri secara finansial.

Dengan gagah berani, Schiller yang tidak bisa berenang menyelamatkan anak kecil dari sungai Saale, untuk selanjutnya ditarik keluar dari air oleh Charlotte. Kedua perempuan bersaudara itu membuka baju Schiller yang basah kuyup dan menggigil kedinginan, menghangatkannya dengan tubuh mereka, namun tidak bisa mencegah pemuda itu jatuh sakit serius. Tahun 1805 penyebab kematian Schiller dikatakan “radang paru-paru“ – sehingga adegan tadi bisa saja dianggap semacam firasat. Caroline, yang telah berpengalaman, lebih dulu melewatkan satu malam sambil memadu kasih dengan sang penyair. Tetapi Charlotte yang kemudian menikahinya – antara lain demi mempertahankan hubungan segitiga mereka – dan memberinya empat anak, bukan dalam balutan kemewahan, namun setidaknya dalam situasi setengah mapan. Caroline berpisah dari suaminya, menjalin hubungan gelap dengan menteri negara dan intendan Dalberg; belakangan ia menikah lagi dengan kawan Schiller bernama Wolzogen dan menulis novel “Agnes von Lilien”, yang oleh Schiller diterbitkan secara bersambung dalam “Horen”.

“Hal yang sejak awal memikat saya: Membuat film mengenai kata-kata, kata-kata tentang cinta, janji, kerinduan akan kehidupan lain yang berkecukupan. Memfilmkan surat, menyaksikan para tokoh menulis surat, sesekali membiarkan mereka membacakan surat. Membicarakan perasaan, membahas cinta bertiga, menyusun rencana, sedikit bersiasat demi melancarkan jalan. Tiga manusia cerdas, masing-masing rumit dengan caranya sendiri. Dilihat dari sudut pandang zaman sekarang, saya mencoba membuat film seperti menulis – seakan-akan pita film itu adalah kertas.” (Dominik Graf).

Pada saat yang sama, Graf menampilkan banyak sosok yang memang benar pernah hidup dan berperan penting dalam kehidupan budaya Jerman di pengujung abad ke-18; di antara mereka terdapat penerbit Johann Friedrich Cotta, dan Goethe pun sempat terlihat, meskipun hanya dari jauh. Kekayaan filologis ini kadang-kadang bisa membuat bingung, terutama mereka yang tidak mendalami sastra Jerman, begitu pula pencampuradukan fakta dan fiksi – tetapi nyaris tidak berpengaruh terhadap pemahaman film itu sendiri. Kemudahan pemahaman ini didukung oleh kerja kamera yang apik dan penampilan hebat para pemeran. Pada gilirannya utopia pribadi yang hendak diraih terancam kandas seperti Revolusi Prancis, yang diceritakan sampai ke ekses-eksesnya oleh Wolzogen yang datang dari Paris. Schiller, begitu kesimpulannya kemudian, ibarat “pengungsi di planet terpencil”.Pada saat itu Charlotte dan Caroline sudah lama bermusuhan. Meskipun begitu, pada tahun 1802 mereka kembali bertemu di sisi tempat tidur sang penyair yang disangka tengah sekarat – tetapi Schiller pulih kembali dan hidup tiga tahun lagi. Utopia yang mereka kejar tidak berhasil diwujudkan, namun juga tidak sepenuhnya sia-sia dan layak mendapatkan harapan yang terkait dengannya.

DIE GELIEBTEN SCHWESTERN meraih penghargaan Bayerischer Filmpreis (kamera) dan mewakili Jerman pada Penghargaan Oscar ke-87.

Info lebih lanjut hubungi Uniph 085725809139

About Author