Kedai Kebun

Arts – Plants – Kitchen

Pemutaran Film “Foto: OSTKREUZ” – German Film Club

German Film Club

Kerjasama Kedai Kebun Forum (KKF) dengan Goethe Institut Jakarta

Rabu, 6 Desember 2017, 19.00 WIB
Ruang Aula, Kedai Kebun Forum
Jl. Tirtodipuran 3, Yogyakarta
Terbuka untuk umum & gratis

mempersembahkan

Foto: OSTKREUZ

Sutradara: Maik Reichert, 2015, dokumenter, 80 menit, bahasa Jerman dengan subtitle bahasa Inggris

– diikuti dengan diskusi dan presentasi:

Dari Sosmed sampai Galeri – apa semua orang bisa jadi fotografer?
Baru sedikit lebih dari se-dekade yang lalu, fotografer muda Indonesia mulai mengembangkan fotografi sebagai disiplin seni yang tidak dianggap lagi sebagai media dokumentasi saja. Seperti dulu fotografer Ostkreuz, mereka mulai memotret kehidupan sehari-hari di jalan atau rumah pribadi yang zaman Orde Baru tidak dianggap layak ditampilkan kepada umum. Sementara – dengan instagram dan sosmed yang lain – fotografi sudah menjadi ekspresi artistik massal. Di mana batasannya antara fotografi dokumenter dan seni? Apa yang membedakan snapshot di FB dari foto yang dipamerkan di galeri? Apa hari ini semua orang bisa jadi fotografer?

Pembicara:
Budi N.D. Dharmawan
Karina Roosvita Indirasari
Vivien Poly

SINOPSIS

Dalam waktu beberapa tahun saja, agensi fotografer “Ostkreuz” di Berlin – yang didirikan pada tahun 1990 dan diberi nama berdasarkan titik simpul kereta api di bekas Berlin Timur – telah menjadi terkenal di seluruh dunia. “Ostkreuz” mengacu kepada agensi “Magnum” di Paris, dan para pendirinya terutama fotografer yang semasa RDJ sudah mendapat perhatian internasional, seperti Harald Hauswald atau Ute dan Werner Mahler. Pembuat film dan fotografer Maik Reichert mendampingi kelompok ini selama lima tahun dan menjadi saksi berbagai prestasi kreatif dan krisis ekonomi – hasil akhirnya adalah suatu kisah yang penuh suka dan duka.

Mula-mula Ute dan Werner Mahler, sepasang fotografer yang sudah terlibat sejak pendirian agensi fotografer “Ostkreuz”, bercerita mengenai para anggota dan kolaborasi mereka. Hingga kini, jumlah anggota yang sebagian besar terkenal itu sudah membengkak, sehingga keduanya agak kewalahan untuk memastikan tidak ada yang terlewatkan dalam cerita mereka; sebagai pelengkap ditampilkan sejumlah foto karya orang-orang yang namanya disebutkan. Foto-foto itu memperlihatkan tema, gaya dan fokus yang berbeda-beda, namun sudah menyiratkan suatu kualitas yang di dalam film ini semakin lama semakin jelas terlihat: Para anggota “Ostkreuz” dari dulu sampai sekarang memandang kegiatan memotret bukan sekadar sebagai pekerjaan yang konon menarik, sebagai ungkapan estetika belaka – kerja mereka sejak awal mempersyaratkan suatu sikap politis dan, lebih jauh lagi, suatu sikap etis. Padahal, semuanya bermula dari suatu prakarsa di tingkat Eropa: Pada tahun 1990, Jack Lang – ketika itu menteri kebudayaan Perancis – mengundang dua ratus seniman Jerman Timur ke Paris, termasuk sejumlah fotografer. Di sanalah lahir ide untuk mendirikan “Ostkreuz”, sehingga dari segi geografis pun terdapat kedekatan dengan agensi legendaris “Magnum” yang berpusat di Paris (dan kemudian merambah mancanegara).

Berulang kali Maik Reichert mengamati para fotografer ketika sedang bekerja, terutama pasangan suami-istri Mahler yang bekerja sebagai tim, misalnya saat mereka membuat potret dua aktor terkenal, yaitu Nina Hoss dan Lars Eidinger. Yang menarik di sini adalah campuran antara spontanitas dan proses produksi yang sangat memperhatikan detail. Werner Mahler bahkan mengusahakan kursi khusus dengan penyanggah leher yang menahan tubuh dalam posisi tegak, tetapi tidak terlihat di dalam foto. Kita melihat Julian Röder muda, yang dengan berani meliput berbagai demonstrasi yang sebagian rusuh melawan perbankan dan globalisasi, dan yang pada tahun 2010 membawa kameranya ke Seoul untuk mengamati aksi protes menentang KTT G20. Kita mendengar tentang karya Harald Hauswald, yang antara lain memotret acara peluncuran buku di Gereja Getsemani di Berlin Timur, suatu kegiatan yang dilarang semasa RDJ. Semula Hauswald bekerja sebagai pengantar telegram di kawasan Prenzlauer Berg di Berlin. Ia biasa berkeliling naik sepeda atau dengan berjalan kaki dan selalu membawa kamera: Baginya, memotret itu jalan menuju kehidupan. Dan awalnya, bukan hanya bagi dirinya, adalah realisme sosial yang sekaligus puitis.

Untuk dokumentasinya, Maik Reichert mengambil gambar selama lebih dari 100 jam; ia juga selama sekitar 100 hari mendampingi para anggota “Ostkreuz”. “Saya selalu ingin ikut. Untung saja saya selalu bekerja dengan kamera kecil dan dalam tim kecil. Kamera yang sama kadang-kadang bahkan berfungsi ganda: Sekali sebagai kamera foto OSTKREUZ dan sekali lagi sebagai kamera film di tangan saya.” Maik Reichert mengambil gambar pada banyak kesempatan, ketika foto dibuat, ketika foto diolah, pada persiapan pameran, pada diskusi seputar masalah perekonomian yang kian lama kian genting, dan yang oleh para anggota “Ostkreuz” dikaitkan terutama dengan perubahan kondisi kerja akibat fotografi digital yang semakin cepat. Tetapi jika diperhatikan lebih cermat, para fotografer tetap lebih suka bekerja dengan peralatan analog – termasuk kamera milik Ute dan Werner Mahler yang masih menggunakan plat.

Info lebih lanjut hubungi Uniph 085725809139

About Author