Kedai Kebun

Arts – Plants – Kitchen

Pemutaran Film “Die Farbe des Ozeans (Warna Samudra)” dan Diskusi dengan Lars Stenger dari Jesuit Refugee Service – German Film Club, Kerjasama KKF & Goethe Institut

Pemutaran Film :
“Die Farbe des Ozeans (Warna Samudra)”
Kerjasama Kedai Kebun Forum (KKF) dengan Goethe Institut Jakarta

Rabu, 5 Maret 2014
Jam 19:00 WIB
Di Ruang Pertunjukan (Lt. 2) KKF
Terbuka untuk umum & GRATIS

Akan diikuti diskusi dengan Lars Stenger dari Jesuit Refugee Service

SINOPSIS

Die Farbe des Ozeans (Warna Samudra)

Sutradara: Maggie Peren, 2010/11, feature film, 91 menit, berbahasa Jerman/Spanyol dengan terjemahan Bahasa Inggris

Pemain: Sabine Timoteo, Alex Gonzáles, Hubert Koundé, Friedrich Mücke, Nathalie Poza, Dami Adeeri

Bencana di surga liburan: Nathalie, seorang wisatawan asal Jerman, menjadi saksi tragedi pengungsi di Kepulauan Kanaria. Sebuah perahu yang membawa orang-orang Afrika kandas; di antara mereka yang selamat ia melihat seorang laki-laki bersama putranya yang masih kecil. Nathalie ingin menolong, tetapi diusir oleh petugas polisi yang tidak lagi mengenal belas kasihan akibat kesehariannya. Tetapi pengungsi bernama Zola dan putranya Mamadou berhasil mengontak perempuan Jerman itu, yang lalu memutuskan membantu mereka – bertentangan dengan keinginan tunanganya. Namun uang yang sedianya untuk membantu Zola dan anaknya mencapai daratan utama Eropa justru mengakibatkan bencana yang tidak mungkin diperkirakan oleh Nathalie. DIE FARBE DES OZEANS adalah film yang sangat aktual mengenai masalah kemanusiaan dan masalah politik yang dihadapi Eropa dalam menghadapi arus pendatang dari Afrika.

José, seorang petugas polisi Spanyol kewalahan menghadapi berbagai permasalahan, baik dalam kehidupan pribadi maupun di tempat kerja. Ia tidak mau membantu saudara perempuannya Marielle, karena tidak tahu lagi bagaimana harus menghadapi ketergantungannya terhadap narkoba. Seandainya bisa, José pun akan menolak sekian banyak pengungsi Afrika penumpang perahu yang kandas di pesisir Kepulauan Kanaria. Ia laki-laki kesepian yang telah menjadi sinis dan ditinggalkan seorang diri. Dengan ketus ia menyuruh pergi wisatawan Jerman bernama Nathalie, yang secara spontan ingin memberi pertolongan ketika terjadi drama pengungsi, sebelum José dan anak buahnya mengumpulkan semua jenazah dan menggiring orang-orang yang selamat ke tempat penampungan untuk diinterograsi. Pengungsi Afrika bernama Zola, yang selamat bersama putranya Mamadou yang masih kecil, mengaku berasal dari Kongo – negara yang tengah dilanda perang saudara – karena hal itu akan memudahkannya memperoleh pengakuan sebagai pengungsi politik dari pihak berwenang; José sebaliknya yakin mereka berdua berasal dari Senegal. Ia pun menampik imbauan rekan kerjanya Carla untuk setidak-tidaknya mengakui beberapa pengungsi sebagai warga negara Kongo, yang akan menjadi semacam pengampunan. José berdalih: Siapa yang akan melakukan seleksi, dan berdasarkan kriteria seperti apa?

Zola sangat takut dideportasi dan bersama Mamadou melarikan diri dari tempat penampungan. Dengan bantuan laki-laki Afrika yang sepertinya baik hati ia mendapatkan tempat bersembunyi dan berhasil menghubungi wisatawan Jerman yang sempat ingin menolongnya. Namun Paul, suami Nathalie yang sementara itu telah menyusul, keberatan istrinya ikut campur dan melibatkan diri; ia mementingkan kamar hotel yang lebih bagus. Meskipun demikian Nathalie membawakan baju baru untuk si pengungsi, agar ia tidak lagi segera dapat dikenali sebagai orang yang kabur dari tempat penampungan. Zola minta uang kepada Nathalie untuk membiayai pelariannya ke daratan utama. Permintaan ini pun dipenuhi oleh perempuan itu tanpa sepengetahuan suaminya.

José mengalami musibah: Saudara perempuannya yang telah putus asa melakukan bunuh diri – sebuah kematian yang sebetulnya mungkin dapat dicegahnya. Ia melampiaskan kemarahannya kepada pengedar langganan Marielle, namun tindakan itu tidak berguna. Tidak lama kemudian terjadi drama fatal kedua: Zola dipukuli secara brutal di tempat persembunyiannya dan dirampok oleh laki-laki yang ia sangka akan membantunya. Ketika ia ditemukan dan dibawa ke rumah sakit, Zola lumpuh dari leher ke bawah dan bertanya: “Kalau saya mati – apakah Mamadou boleh tinggal?” Setelah bertengkar hebat dengan Paul, Nathalie mendatangi rumah sakit. Ia terlambat, Zola telah meninggal. José sudah mengetahuinya dan berkata: “Semuanya akan beres!” Dan akhirnya ia memahami kesediaan Nathalie untuk menolong dan berbuat. Mamadou, yang akan masuk panti asuhan di Spanyol dan percaya ayahnya ada di Paris dan akan mengirim uang kepadanya, diajak ke pantai oleh José. Gelombang pengungsi berikut telah tiba. Semuanya kembali ke awal lagi.

DIE FARBE DES OZEANS adalah film yang mengajukan banyak pertanyaan penting dan mendesak, namun tidak berpretensi mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Di dalam kisah itu sendiri saja ada banyak hal yang tidak terjawab: Dari mana Zola sebenarnya berasal? Itu tidak penting. Yang lebih penting adalah pertanyaan seberapa besar rasa putus asanya ketika ia memutuskan akan menempuh perjalanan yang begitu berbahaya. Apa penyebab kematian Zola? Cedera yang dideritanya? Apakah ia bermaksud secara aktif menyelamatkan Mamadou melalui kematiannya? Apakah ada yang membantunya untuk mengakhiri hidupnya? Laki-laki lumpuh itu tidak lagi mampu melakukan bunuh diri. José sang petugas polisikah? Ia bukan rasis, ia menentang upaya pelarian dan situasi seputarnya yang mengakibatkan kematian banyak orang, terutama anak-anak. Pada satu momen sentral di dalam film, Paul mempertanyakan logika perilaku istrinya. Nathalie menjawab: “Tidak ada logika!” Hal itu juga tersampaikan melalui banyaknya montase paralel yang mengaitkan hampir semua motif di dalam film ini, secara nonverbal – dan justru karena itu terasa meyakinkan.

About Author