Kedai Kebun

Arts – Plants – Kitchen

Pameran Tunggal I Made Aswino Aji

Pameran Tunggal  –  I Made Aswino Aji

Pembukaan:

Minggu, 5 April 2009, jam 19:30 WIB, di KKF

Pameran berlangsung sampai dengan 29 April 2009.

Buka setiap hari, jam 11:00 – 21:00 (Kecuali Selasa, KKF tutup)

Misi Sudah Selesai Dikerjakan

Dalam kurun kurang lebih 1 bulan, dari tanggal 5 – 29 April 2009, ruang pamer KKF akan menjadi studio terbuka bagi siapa saja yang tertarik merespon karya gambar I Made Aswino Aji – seniman asal Bali. Seniman kelahiran 24 Maret 1977 ini, menyediakan gambarnya untuk direspon oleh pengunjung pamerannya. Aswino Aji ingin melihat sejauh mana penonton yang selama ini hanya diposisikan sebagai ‘yang melihat’ menjadi ‘yang berbuat’, sampai sejauh mana kebebasan yang diberikannya dimaknai oleh mereka.

“Sebagai seniman, biasanya saya bekerja seorang diri dan mempunyai kontrol penuh terhadap karya itu; warna yang mau saya pakai, teknik apa yang saya pilih, dan kapan waktu saya menandatangani karya itu (sebagai penanda selesai), tapi kali ini tidak. Saya membutuhkan jeda dan saya bukan lagi seorang pahlawan. Tetapi saya juga tidak ingin menjadi seniman tolol yang kehilangan gairah di studio. Saya percaya bahwa sebuah pameran bukanlah hasil akhir pencapaian seorang seniman. Sebuah pameran adalah proses perjalanan untuk pencapaian karya ke yang lebih baik lagi. Dari pameran ini, saya berharap akan timbul karakter-karakter yang lebih beragam. Dari sanalah saya bisa belajar lebih banyak lagi.”

Ide ini muncul pertama kali di rumah temannya, Grace Samboh. Awalnya, Grace sering memintanya untuk menggambar di buku sketnya. Katanya, dia suka mewarnai untuk mengisi waktu kosong. Dari sana, dia perhatikan karakter drawingnya mulai berubah, jadi berbeda dengan yang biasanya. Karyanya berubah dari melukis menjadi menggambar. Melukis selalu dikaitkan dengan kerja yang selesai sedang menggambar (bisa) dikaitkan dengan proses menjadi: lukisan, patung atau karya lainnya. Gambar dan menggambar selalu berada dalam posisi menjadi. Konsep ini melekat kuat di benak para pelukis, yang secara alam bawah sadar selalu menganggap gambar dan menggambar adalah proses; sesuatu yang belum rampung.

Mengajak penonton ikut terlibat bisa jadi berarti dua hal: satu, tidak percaya diri dengan hasil karyanya sehingga membutuhkan konfirmasi dari orang lain. Dua, ingin melihat sejauh mana orang dapat “memahami” tanda, kode, symbol atau bahasa yang telah dilakukan terlebih dahulu oleh sang “master”. Bisakah penonton yang (selalu dianggap) pasif itu menjadikan, membuat jadi, karya dari sang master yang belum selesai itu.

Saya kira ini adalah petualangan, kita tidak tahu apa yang akan terjadi dan sejauh mana karya-karya “kolaboratif” seperti ini menjadi berarti dalam arus senirupa masa kini yang sangat “canggih” itu. Bisa jadi karya ini berarti, bisa jadi tidak berarti apa-apa. (Kedai Kebun Forum)

About Author