Kedai Kebun

Arts – Plants – Kitchen

Pameran Gambar “Buku Harian” – Irennius Bongky

BUKU HARIAN – Pameran Gambar
oleh Irennius Bongky (Yogyakarta)

Pembukaan
Rabu, 23 Maret 2011, jam 16:00 WIB
Di Ruang Pamer KKF

Pameran
berlangsung sampai dengan 15 April 2011
Buka setiap hari, dari jam 11:00 – 21:00 WIB
(kecuali Selasa, KKF libur)

Pengantar

Buku Harian Irennius Bongky (Lahir di Yogyakarta, 28 Juli 1979)

Karyanya memusat dan berorientasi pada dirinya sendiri, monolog, menggumam tentang dirinya sendiri. Bongky mengarang satu karakter, macam boneka kurus berkepala mirip tengkorak, dan memakai jumper. Karakter itu dipakainya berulang-ulang ratusan kali bersama teks-teks bernuansa Kristiani.

Bayangkan kita sedang dalam keadaan terpaksa duduk dalam waktu yang lama, tidak ada kesempatan dan pilihan untuk pindah tempat, maka yang akan kita lakukan untuk menyamankan diri adalah dengan mengubah posisi duduk, kaki ditekuk, duduk bersila, menegakkan punggung atau berdiri sejenak untuk meregangkan otot-otot, dll. Maka, begitulah kesan dari si tokoh karangan, layaknya orang yang sedang bosan, ia berpose ini, itu, menengok ke sana, menekuk ke sini, merentang tangan, mengangkat kaki, dll.

Awal tahun 2011, saya berkunjung ke studionya di seputaran Suryodiningratan di Yogyakarta. Bongky menyodorkan 2 kardus mie instant, 2 buku gambar ukuran A3, dan 2 buku harian masing-masing sekitar 2.5 cm tebalnya. Kardus mie itu berisi ratusan potongan kertas kardus ukuran kecil, rata-rata 10 -12 cm x 15 cm.  Setiap potong bergambar si tokoh dengan pose-pose seperti yang saya tulis di atas, diimbuhi  kata-kata mutiara tentang hidup baik di jalan Tuhan, kutipan-kutipan dari injil, nasihat-nasihat orang-orang suci, dan statement pribadi mengenai kepercayaan akan masa depan yang lebih baik.

Karya-karyanya monoton, kurang variasi, tidak ada dimensi, dan datar. Semua potongan kertasnya berwujud persegi empat, tidak ada bentuk lingkaran, segitiga, model pesawat, perahu, kupu-kupu, atau apalah, semua kotak, kotak, kotak lagi. Cara menyimpannyapun juga demikian, di dalam kardus, disusun, dibendel dengan karet gelang (ada yang sudah putus, tapi diikat lagi). Presentasinya juga sangat senonoh dan terukur, berjajar ke samping, bersusun ke atas, seperti menghitung urut, 1-2-3-4-5-6-7- dst. Tidak ada kesalahan dan usaha yang menyimpang. Sehingga patut dicurigai mengapa seniman ini seperti kehilangan imajinasi, daya kreasi, tidak ada emosi, tidak ada rasa benci, dan tidak memberontak. Bongky seperti sedang menceritakan hidupnya yang kesepian. Sekaligus saya menangkap kesan bahwa dia tidak punya perhatian atau minat pada hal-hal lain di sekililingnya.

“Gambar-gambar ini saya buat ketika saya di penjara pada tahun 2009, karena kasus narkoba. Saya bekerja dengan bahan yang mungkin bisa diperoleh di sana, jadi saya hanya menggunakan kertas kardus dan bolpoin. Cat dan buku dari sumbangan teman-teman. Saya memotong kertas dengan cutter dengan pengawasan ketat dari sipir penjara, karena cutter termasuk benda terlarang di tempat itu.”  Demikian, dia berselang-seling menerangkan proses berkaryanya dan kisah-kisah seputar penjara narkoba.

Seri 2010 lebih dahsyat lagi, sekilas seperti barang cetakan, sangat mirip satu sama lain, menurut saya ratusan gambar ini diproduksi oleh kuasa mekanik. Saya nyaris bingung apakah sebuah gambar yang sedang saya pegang adalah gambar yang sebelumnya sudah saya pegang. Saya sempat tergoda untuk membuat lelucon dengan bermain “cari 9 perbedaan”. Tapi tidak saya lakukan. Saya lebih memikirkan strategi pameran Bongky nanti, mendiskusikan keinginannya memamerkan semua karyanya selama di penjara.  Bongky adalah pengguna zat adiktif dalam kurun waktu yang lama, ketergantungannya pada zat tersebut membuatnya berurusan dengan pihak berwajib, “Aku ingin membagi semua yang aku lakukan di masa lalu. Aku 3x masuk penjara.” Di Indonesia pengguna Narkoba dan zat adiktif lainnya dianggap sebagai kriminal.

Tiba-tiba dalam hamparan gambar sejenis itu saya menemukan “kesalahan”.  Tetap dengan potongan kardus yang dipotong rapi, sebuah seri potret sekitar 20an selebritis lokal maupun internasional, seperti Vena Melinda dan Oprah Winfrey. Potret-potret seukuran pasfoto itu, dia kemas dalam bekas plastik obat, lalu dia tempel dengan setraples di di tengah-tengah potongan kardus itu.  Setiap potong kardus tertempel satu potret selebritis (semua perempuan) yang dia potong dari majalah. Sebuah “kesalahan” yang mencerahkan karena memberi harapan adanya ketertarikan Bongky pada hal lain.  (Yustina Neni)

About Author

BUKU HARIAN – Pameran Gambar
oleh Irennius Bongky (Yogyakarta)

Pembukaan
Rabu, 23 Maret 2011, jam 16:00 WIB
Di Ruang Pamer KKF

Pameran
berlangsung sampai dengan 15 April 2011
Buka setiap hari, dari jam 11:00 – 21:00 WIB
(kecuali Selasa, KKF libur)

Pengantar

Buku Harian Irennius Bongky (Lahir di Yogyakarta, 28 Juli 1979)

Karyanya memusat dan berorientasi pada dirinya sendiri, monolog, menggumam tentang dirinya sendiri. Bongky mengarang satu karakter, macam boneka kurus berkepala mirip tengkorak, dan memakai jumper. Karakter itu dipakainya berulang-ulang ratusan kali bersama teks-teks bernuansa Kristiani.

Bayangkan kita sedang dalam keadaan terpaksa duduk dalam waktu yang lama, tidak ada kesempatan dan pilihan untuk pindah tempat, maka yang akan kita lakukan untuk menyamankan diri adalah dengan mengubah posisi duduk, kaki ditekuk, duduk bersila, menegakkan punggung atau berdiri sejenak untuk meregangkan otot-otot, dll. Maka, begitulah kesan dari si tokoh karangan, layaknya orang yang sedang bosan, ia berpose ini, itu, menengok ke sana, menekuk ke sini, merentang tangan, mengangkat kaki, dll.

Awal tahun 2011, saya berkunjung ke studionya di seputaran Suryodiningratan di Yogyakarta. Bongky menyodorkan 2 kardus mie instant, 2 buku gambar ukuran A3, dan 2 buku harian masing-masing sekitar 2.5 cm tebalnya. Kardus mie itu berisi ratusan potongan kertas kardus ukuran kecil, rata-rata 10 -12 cm x 15 cm.  Setiap potong bergambar si tokoh dengan pose-pose seperti yang saya tulis di atas, diimbuhi  kata-kata mutiara tentang hidup baik di jalan Tuhan, kutipan-kutipan dari injil, nasihat-nasihat orang-orang suci, dan statement pribadi mengenai kepercayaan akan masa depan yang lebih baik.

Karya-karyanya monoton, kurang variasi, tidak ada dimensi, dan datar. Semua potongan kertasnya berwujud persegi empat, tidak ada bentuk lingkaran, segitiga, model pesawat, perahu, kupu-kupu, atau apalah, semua kotak, kotak, kotak lagi. Cara menyimpannyapun juga demikian, di dalam kardus, disusun, dibendel dengan karet gelang (ada yang sudah putus, tapi diikat lagi). Presentasinya juga sangat senonoh dan terukur, berjajar ke samping, bersusun ke atas, seperti menghitung urut, 1-2-3-4-5-6-7- dst. Tidak ada kesalahan dan usaha yang menyimpang. Sehingga patut dicurigai mengapa seniman ini seperti kehilangan imajinasi, daya kreasi, tidak ada emosi, tidak ada rasa benci, dan tidak memberontak. Bongky seperti sedang menceritakan hidupnya yang kesepian. Sekaligus saya menangkap kesan bahwa dia tidak punya perhatian atau minat pada hal-hal lain di sekililingnya.

“Gambar-gambar ini saya buat ketika saya di penjara pada tahun 2009, karena kasus narkoba. Saya bekerja dengan bahan yang mungkin bisa diperoleh di sana, jadi saya hanya menggunakan kertas kardus dan bolpoin. Cat dan buku dari sumbangan teman-teman. Saya memotong kertas dengan cutter dengan pengawasan ketat dari sipir penjara, karena cutter termasuk benda terlarang di tempat itu.”  Demikian, dia berselang-seling menerangkan proses berkaryanya dan kisah-kisah seputar penjara narkoba.

Seri 2010 lebih dahsyat lagi, sekilas seperti barang cetakan, sangat mirip satu sama lain, menurut saya ratusan gambar ini diproduksi oleh kuasa mekanik. Saya nyaris bingung apakah sebuah gambar yang sedang saya pegang adalah gambar yang sebelumnya sudah saya pegang. Saya sempat tergoda untuk membuat lelucon dengan bermain “cari 9 perbedaan”. Tapi tidak saya lakukan. Saya lebih memikirkan strategi pameran Bongky nanti, mendiskusikan keinginannya memamerkan semua karyanya selama di penjara.  Bongky adalah pengguna zat adiktif dalam kurun waktu yang lama, ketergantungannya pada zat tersebut membuatnya berurusan dengan pihak berwajib, “Aku ingin membagi semua yang aku lakukan di masa lalu. Aku 3x masuk penjara.” Di Indonesia pengguna Narkoba dan zat adiktif lainnya dianggap sebagai kriminal.

Tiba-tiba dalam hamparan gambar sejenis itu saya menemukan “kesalahan”.  Tetap dengan potongan kardus yang dipotong rapi, sebuah seri potret sekitar 20an selebritis lokal maupun internasional, seperti Vena Melinda dan Oprah Winfrey. Potret-potret seukuran pasfoto itu, dia kemas dalam bekas plastik obat, lalu dia tempel dengan setraples di di tengah-tengah potongan kardus itu.  Setiap potong kardus tertempel satu potret selebritis (semua perempuan) yang dia potong dari majalah. Sebuah “kesalahan” yang mencerahkan karena memberi harapan adanya ketertarikan Bongky pada hal lain.  (Yustina Neni)

About Author